Kenapa RI Masih Pertahankan Bensin Premium RON 88? Ini Kata Sofyan Djalil

Kenapa RI Masih Pertahankan Bensin Premium RON 88? Ini Kata Sofyan Djalil

- detikFinance
Senin, 22 Des 2014 13:22 WIB
Kenapa RI Masih Pertahankan Bensin Premium RON 88? Ini Kata Sofyan Djalil
Jakarta -

Bensin premium RON 88 masih dipertahankan oleh Indonesia. Jarang sekali negara yang menggunakan bensin ini, karena dianggap kotor. Kenapa Indonesia tak bisa menghapus bensin RON 88?

Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, kilang minyak di Indonesia sudah tua dan hanya bisa memproduksi BBM berkualitas rendah. Sampai saat ini hanya kilang Balongan yang bisa memproduksi bensin RON 92. Pertamina akan melakukan peningkatan kualitas dan kapasitas kilangnya sehingga mampu memproduksi bensin di atas RON 88.

"Itu tidak lepas dari kondisi kilang kita karena sudah tua, makanya kita keluarkan produksi kualitas rendah. Selama ini oleh Pertamina impor, dicampur dengan RON 88. Kita akan perbaiki refinery atau kilang minyak ini. Pertamina ada 5 kilang minyak, 4 di antaranya sudah teken pembaharuan. Ini harus segera diperbaiki. Tapi perbaiki itu perlu waktu," tutur Sofyan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ini disampaikan Sofyan di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (22/12/2014).

Bila peningkatan kapasitas ini dilakukan, maka Indonesia bisa melepas ketergantungannya terhadap RON 88. Sehingga impor RON 88 bisa dihilangkan, seperti rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai oleh Faisal Basri.

Tapi, apakah rekomendasi dari tim yang diketuai Faisal Basri agar Indonesia menghentikan impor premium RON 88 bisa dilaksanakan segera? Sofyan mengatakan, pemerintah masih akan mengkajinya.

Tanggapan berbeda dari Sofyan, Indonesia tidak pernah mengimpor bensin RON 88. Menurutnya, yang diimpor adalah HMOC (High Octan Mogas Component) berkadar RON 92. Nantinya, HOMC ini diolah di kilang-kilang Pertamina dan diturunkan spesifikasinya menjadi RON 88.

"RON 88 tidak diimpor, yang diimpor itu RON lebih tinggi. Tapi karena produksi dalam negeri lebih rendah, maka dicampur untuk mencapai RON 88. Pemerintah tak pernah impor RON 88," jelas Sofyan.

(dnl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads