Pemerintah telah menetapkan kebijakan menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan menurunkan harganya menjadi Rp 7.600 per liter dari sebelumnya sebesar Rp 8.500 per liter.
Pemerintah juga menetapkan kebijakan subsidi tetap untuk BBM jenis solar sebesar Rp 1.000 per liter. Harga solar juga diturunkan dari semula Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.250 per liter. Sementara minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter.
Lalu, apa manfaatnya bagi perekonomian Indonesia atas kebijakan ini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang pertama, kata dia, pemerintah bisa punya anggaran lebih dari penghapusan subsidi BBM dan bisa dialihkan ke sektor produktif. Ini akan membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi.
"Mendoron pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi karena anggaran subsidi bisa untuk infrastruktur, pengembangan UMKM dan dan lain-lain," ujar Perry saat ditemui di Gedung BI, Thamrin, Jakarta, Rabu (31/12/2014).
Yang kedua, lanjut Perry, dengan penurunan harga BBM jenis premium dan solar akan membuat inflasi terkendali.
"Kebijakan ini akan memudahkan dalam pengendalian inflasi. Inflasi di Indonesia umumnya tinggi, apalagi pada saat 2005, 2008, dan 2013. Dengan penghapusan subsidi premium dan fix subsidi solar, ini akan ter-record dalam inflasi bulan per bulan sehingga tidak ada lagi penyesuaian harga sehingga inflasi stabil," jelas dia.
Bahkan, kata Perry, dampak dari penurunan harga BBM bersubsidi ini, Indonesia bisa mencatat deflasi. Dengan penurunan harga BBM, ada kemungkinan terhadap penurunan tarif angkutan dan harga barang-barang.
"Dampak di Januari 2015 dengan penurunan harga BBM jelas akan terjadi deflasi di komponen harga BBM, nanti kita akan hitung dari Rp 8.500 ke Rp 7.600 berapa dampaknya. Ini memudahkan pengendalian inflasi ke depan," katanya.
Yang terakhir, Perry menyebutkan, akan ada perbaikan dari defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Angka impor BBM akan menyusut dan menekan defisit anggaran.
"Akan ada perbaikan CAD, yang jelas defisit migas akan lebih terkendali, pola konsumsi BBM selama ini lebih tinggi karena disubsidi, dengan kondisi saat ini masyarakat lebih mengedalikan konsumsinya sehingga impor lebih rendah sehingga defisitnya lebih rendah. Tapi tergantng seberapa besar ekspansi pemerintah juga," ujar dia.
Namun begitu, Perry menambahkan, dalam jangka pendek, dampak kebijakan pemerintah ini belum tampak signifikan. Pengaruh yang lebih positif akan terlihat dalam jangka panjang.
"Jangka pendek dampaknya tidak terlalu besar tapi jangka panjangnya akan besar karena dengan kenaikan spending, produksinya naik, kebutuhan impor non migas akan turun. Dalam jangka panjang produksi nasional lebih tinggi. Tahun depan dampak ke CAD belum terlalu besar tapi jangka panjang akan terkendali," tandasnya.
(drk/ang)