Ketika Resmi dilantik sebagai Presiden, Jokowi mengangkat Sudirman Said sebagai Menteri ESDM, yang diberi mandat untuk membanahi sektor migas. Sudirman pun bergerak cepat. Dia langsung membentuk tim independen yang diberi nama Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi.
Tim ini dipimpin oleh Faisal Basri dan beranggotakan, Chandra Hamzah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agung Wicaksono dari UKP4, Fahmi Radi dari UGM, Refokorohim, Daniel Purba, Susyanto, Naryanto Wagimin, Teten Masduki, dan Djoko Siswanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Minggu (21/12/2014), Tim sudah mengeluarkan rekomendasi pertamanya, yakni:
1. Menghentikan impor RON 88 dan Gasoil 0,35% sulfur dan menggantikannya masing-masing dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25% sulfur.
2. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan Gasoil 0,25% sulfur.
3. Mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92.
4. Besaran subsidi bensin (RON92) bersifat tetap, misalnya Rp. 500,- per liter.
5. Memerhatikan kebutuhan minyak solar untuk transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingan umum, kebijakan subsidi untuk minyak solar dapat menggunakan pola penetapan harga yang berlaku sekarang.
6. Pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92, maka harus dilakukan:
- Dilakukan pembaruan kilang domestik sehingga produksi Bensin RON 88 dapat digantikan dengan Bensin RON 92, dengan masa transisi selama waktu tertentu
- Pengelolaan fasilitas kilang TPPI diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina untuk memungkinkan peningkatan produksi bensin RON 92 dapat dilakukan maksimal.
- Selama masa transisi, produk RON 88 yang diproduksi dipasarkan di wilayah sekitar lokasi kilang atau diserahkan kepada kebijakan Pertamina
- Besaran subsidi per liter untuk RON 88 lebih kecil dari subsidi untuk Mogas 92;
- Fasilitasi pemerintah untuk mempercepat pembaruan dan perluasan fasilitas kilang
- Harga patokan Bensin RON 88 yang digunakan menggunakan HIP dengan formula perhitungan yang berlaku saat ini.
Hal itu direspons pemerintah, melalui Menteri ESDM Sudirman Said, yang memberi waktu kepada PT Pertamina (Persero), maksimal dalam dua tahun, tidak ada lagi produksi premium dari kilang minyak Pertamina. Prosesnya saat ini terus berjalan, bahkan Pemerintah sedang mengebut menyelesaikan masalah kilang di TPPI, Tuban, Jawa Timur yang akan berdampak pada peningkatan produksi bensin RON 92 lebih banyak.
Di penghujung tahun tepatnya Selasa (30/12/2015), Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi kembali mengeluarkan rekomendasi terkait status PT Pertamina Energy Trading (Petral). Tim menemukan berbagai kejanggalan dari aktivitas pengadaan minyak bumi dan bahan bakar minyak (BBM). Sehingga merekomendasikan untuk menarik pungsi pengadaan BBM tersebut ke unit di dalam Pertamina yakni Integrated Suplay Chain (ISC).
Sudirman Said menindaklanjuti rekomendasi tersebut dan meminta manajemen Pertamina, untuk merombak total direksi Pertal. Namun, Sudirman tetap mempertahankan keberadaan Petral yang tetap berdomisili di Singapura. Petral diminta menjadi perusahaan trader sesungguhnya. Sementara masalah impor BBM dan minyak mentah, saat ini diambil alih oleh ISC yang dipimpin oleh Daniel Purba yang merupakan anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas.
Pemerintahan Jokowi-JK masih terus melanjutkan pembenahan di sektor ESDM ini. Sudirman Said juga memutuskan untuk melelang 5 jabatan eselon I yakni Dirjen Migas, Dirjen Listrik, Dirjen EBTKE, Dirjen Minerba dan Sekjen Dewan Energi Nasional.
Bahkan baru awal menduduki jabatan Menteri ESDM, langkah pertama yang dilakukan Sudirman Said adalah mencopot Edy Hermantoro sebagai Dirjen Migas.
Pembenahan sektor Migas ini belum selesai, Tim Reformasi Tata Kelola Migas juga masih menggodog rekomendasi selanjutnya terutama pembenahan di sektor hulu minyak dan gas, mulai dari posisi lembaga SKK Migas, cost recovery dan lainnya.
(rrd/ang)