Pada 2017 mendatang, Indonesia akan melarang impor olahan tembaga (konsentrat) yang selama ini diproduksi PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Banyak investor berminat membangun pabrik pemurnian (smelter).
Ada 2 perusahaan, yakni Nusantara Smelting dan Indosmelt sudah siap menggelontorkan jutaan dolar untuk membangun smelter. Namun sayang, Freeport dan Newmont tak mau memasok bahan baku, yakni konsentrat tembaga ke dua smelter tersebut.
"Nusantara Smelting dan Indosmelt tak dapat pasokan ya mau bagaimana, ya sudah. Lama-lama juga mati sendiri," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM R Sukhyar, ditemui di kantornya, Jalan Soepomo, Rabu (18/2/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Smelter dengan suplier tak ada kerjasama ya tetap nggak bisa, itu kan business to business," ucap Sukhyar.
Freeport memilih membangun sendiri smelter tambahannya di Gresik, Jawa Timur, dengan menyewa lahan milik Petrokimia Gresik. Selain itu, Freeport juga berkomitmen untuk memasok kebutuhan smelter di Papua, yang dibangun oleh BUMD Papua yang menggandeng investor Tiongkok.
Memang masih ada Newmont yang masih tak jelas membangun smelternya di mana. Namun kata Sukhyar, Newmont harus bekerjasama dengan produsen yang lain untuk membangun smelter.
Pemerintah lebih memilih Freeport, Newmont, dan Gorontalo Mining, serta Kalimantan Surya Kencana yang merupakan produsen-produsen konsentrat tembaga, untuk membangun bersama smelternya.
Mirisnya, Freeport Cs sendiri sudah diberikan waktu 5 tahun sebelum 12 Januari 2014 agar membangun smelter tapi tidak dibangun-bangun. Sekarang pemerintah memberikan waktu 3 tahun lagi sampai 2017 untuk menunggu perusahaan ini membangun smelter, sampai akhirnya melarang seluruh ekspor konsentrat.
Lagi-lagi, perusahaan-perusahaan ini tak menunjukkan kesungguhannya membangun smelter, sampai saat ini wujud bangunan smelternya pun tidak tampak.
(rrd/dnl)











































