Warga menganggap bahwa proyek PLTU yang digadang-dagang terbesar di ASEAN tersebut adalah proyek swasta untuk tujuan komersial sehingga muncul asumsi mereka akan dirugikan bila tanah milik mereka dilepas dengan harga rendah.
Seorang warga sempat meminta harga tanahnya dibebaskan pada harga Rp 5 juta/meter atau 4.500% di atas penawaran pemerintah. Harga penilaian pemerintah hanya Rp 100.000/meter atau 5 kali dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang hanya Rp 20.000/meter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi memang ada pandangan dari warga bahwa proyek ini punya 'PT' (PT Bimasena Power Indonesia/BPI). Makanya ada sebagian yang menolak tanahnya dibebaskan dengan harga rendah," tutur Yoyok.
Pasca kedatangan Dirut PLN Sofyan Basir langsung ke calon lokasi proyek PLTU Batang, warga mendapat penjelasan bahwa proyek ini benar-benar proyek negara untuk kepentingan masyarakat umum. Sehingga Yoyok berharap, masyarakat bisa lebih ikhlas melepas lahan miliknya untuk dibangun PLTU.
Pada saat diskusi dengan warga di kantor Desa Karanggeneng hari ini, Sofyan menegaskan bahwa proyek ini adalah benar-benar proyek pemerintah untuk kepentingan negara.
"Saya Sofyan Basir atas nama negara sebagai dirut PLN mengumumkan ke bapak ibu sekalian bahwa proyek ini adalah proyek negara yang benar-benar untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas lebih banyak. Bukan demi kepentingan sepihak saja. Betapa strategisnya pembangkit ini untuk masyarakat yang lebih luas dan lebih banyak," tegas Sofyan.
Ia pun menyebutkan bahwa bila warga mau melepas lahannya dengan sukarela maka bukan saja mereka mendapat uang penggantian melainkan juga mendapat amal yang mulia.
Sofyan mengungkapkan hal tersebut sebagai pendekatan kepada warga sebagai sesama umat beragama. Menurutnya, warga yang mau melepas lahannya dengan sukarela maka mereka telah beramal kerena listrik dari PLTU Batang ini nantinya akan dimanfaatkan untuk membantu jutaan masyarakat lain di Indonesia khususnya Pulau Jawa.
"Listrik yang dihasilkan PLTU Batang ini 2x1000 megawatt (MW). Kalau itu jalan, maka akan mengaliri listrik untuk jutaan orang di Pulau Jawa. Kalau bapak mau melepaskan lahan bapak, berarti bapak-ibu sudah beramal karena mendukung penyediaan listrik untuk jutaan orang. Insya Allah ini dicatat sebagai amal bapak ibu," tuturnya.
Sebelumnya, seorang warga yang tanahnya belum dibebaskan menuntut harga tanahnya dipatok pada harga Rp 5 juta/meter persegi. Padahal, PT PLN (Persero) hanya diberi kewenangan membayar Rp 100.000/meter persegi. Artinya, warga menuntut harga tanah 4.500% dari yang ditentukan.
(dna/hen)