Direktur PT Pertamina Persero Dwi Soetjipto mengatakan kesepakatan tersebut telah terjadi beberapa tahun sebelumnya. Saat itu perusahaan dalam negeri tidak mampu memenuhi harga keekonomian dari LNG.
"Untuk kita memonetisasi sumur yang ada, supaya menjadi produksi, maka kita harus mencari buyer. Harga dalam negeri nggak bisa menangkap, jadi terpaksa cari buyer dari luar negeri. Itu yang terjadi di Matindok dan Senoro," ungkap Dwi saat peresmian kilang DSLNG, di Banggai, Minggu (2/8/2015)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana kita (mencukupi) kebutuhan dalam negeri, problemnya adalah infrastruktur. Kalau infrastruktur sudah meningkat dan industri meningkat, tentu permintaan dalam negeri akan meningkat," jelasnya.
Dwi mengatakan pembenahan yang dilakukan sekarang adalah sisi infrastruktur, bila tak dibenahi maka ketika kebutuhan LNG meningkat, terpaksa dilakukan impor.
"Kalau kita lihat ada penambahan permintaan yang akan tumbuh. Kalau nggak ada tambahan produksi dalam negeri makanya terpaksa impor," ujar Dwi.
Seperti diketahui kilang dengan investasi US$ 2,8 miliar ini memiliki kapasitas sebesar 2,1 juta per ton per tahun. Alokasinya adalah untuk perusahaan Jepang, Chubu Electric dengan perjanjian 1 juta ton per tahun dan Kyusu Electric sebesar 300.000 ton per tahun.
Kemudian adalah Korea Gas sebesar 700.000 ton per tahun.β Proses pengiriman dilakukan melalui kapal tanker LNG Maleo dan Hyundai Utopia.
(mkl/hen)