Menyusuri Tambang Tembaga-Emas Terbesar Dunia di Papua

Menyusuri Tambang Tembaga-Emas Terbesar Dunia di Papua

Wahyu Daniel - detikFinance
Selasa, 18 Agu 2015 07:20 WIB
Tembagapura - Sore itu angin dingin menusuk. Papua sudah hampir 2 bulan tidak hujan, tapi di wilayah pegunungan Tembagapura berketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) cuaca cukup dingin dan membuat mengigil.

Biasanya, di tambang emas dan tembaga milik PT Freeport Indonesia ini hampir tiap hari hujan, dan angin gunung tidak menusuk dinginnya seperti saat ini.

detikFinance dan sejumlah wartawan pada Minggu (16/8/2015) berkesempatan menelusuri ‎tambang bawah tanah yang katanya akan jadi terbesar di dunia. Jaraknya sekitar setengah jam dari kota Tembagapura dengan jalur menanjak di pegunungan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tambang Grasberg yang terkenal di dunia sebagai salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, akan habis cadangannya pada 2017. Freeport harus mencari cadangan baru, yaitu di bawah tanah (underground).

Saat ini sudah ada 2 tambang bawah tanah Freeport yang sudah beroperasi. Lokasinya di bawah Grasberg, atau membelah gunung di bawah Grasberg.

Tambang bawah tanah itu Big Gossan dan Deep Ore Zone (DOZ). untuk Big Gossan saat ini produksinya sangat selektif dan tidak banyak.

Sementara DOZ, yang mulai beroperasi sejak 2010, produksi bijih (batuan mineral) yang mengandung tembaga, emas, dan peraknya mencapai 60.000 ton per hari. Puncaknya pernah mencapai 80.000 ton per hari.

Untuk yang sedang dikembangkan tahun ini, dan akan menjadi andalan Freeport ke depan adalah, tambang bawah tanah bernama Deep Mill Level Zone (DMLZ), yang produksi perdananya dilakukan 15 September 2015.

Pasti banyak yang berpikir tambang ini dibuat orang asing, karena Freeport adalah perusahaan asal Amerika Serikat (AS). Ternyata tidak.

"Untuk divisi ba‎wah tanah ini ada sekitar 4.000 karyawan. Dari jumlah itu, 98% karyawan lokal. Jadi tambang ini karya putra putri Indonesia. Karyawan ini ada yg dari Freeport ada yang merupakan karyawan kontraktor," kata Hengky Rumbino, Vice President Underground Mine Operations.

Bahkan, lanjut Hengky, 80% karyawan di divisi bawah ranah adalah anak-anak muda fresh graduate berumur di bawah 40 tahun.

Papua boleh bangga punya Hengky, pria 36 tahun asli Biak ini, merupakan pemimpin dari eksploitasi tambang bawah tanah Freeport. Hengky merupakan lulusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 2002.

"Saya sudah 12 tahun di Freeport," ujar pria murah senyum ini.

Tambang bawah tanah Freeport ini cukup besar, pintu masuk berupa dua terowongan yang muat dimasukkan mobil, bahkan truk besar. Banyak lorong-lorong terdapat di dalamnya. Lokasi tambang ini sekitar 1,6 km di bawah Grasberg yang ketinggiannya 4.200 mdpl.

Untuk keseluruhan jalan di tambang bawah tanah ini panjangnya 500 km. Tidak seperti tambang kuno yang dilihat di televisi. Tambang ini dilengkapi fasilitas-fasilitas ruang kantor, toilet bersih, bahkan hingga tempat ibadah berkapasitas ratusan orang. Ada masjid dan gereja yang dibuat berdampingan di tambang DLMZ.

Mau masuk? Anda tidak bisa selonong begitu saja. Ada perlengkapan keamanan yang harus dipakai. Pertama, rompi berwarna oranye terang, sepatu boot karet, lalu topi dengan lampu dan sabuk yang dilengkapi ‎dengan baterai lampu, serta alat keamanan yang bernafas yang bisa mengubah gas beracun menjadi oksigen bila ada gas beracun yang menyebar.

Di tambang ini juga dilengkapi ruang-ruang evakuas‎I berkapasitas ratusan orang, untuk menyelamatkan diri bila ada gas beracun.

Sistem ventilasi dibuat sedemikian rupa sehingga angin pegunungan bisa terus berhembus sejuk‎. Memang tak seangker yang dibayangkan. Lebih membanggakan lagi yang mengerjakan dan menjadi pemikir adalah orang Indonesia.

Freeport telah menggelontorkan investasi US$ 2,4 miliar atau sekitar ‎Rp 32 triliun untuk tambang DLMZ ini.

DMLZ akan mencapai produksi puncaknya pada 2022 sebesar 80.000 ton bijih per hari dengan tenaga kerja 1.800 orang.

Selain DLMZ, Freeport ‎juga akan mengembangkan tambang bawah tanah lain, yaitu GBC (Grasberg Block Caving). Tambang ini rencana berproduksi Juli 2017 hingga Desember 2040. Produksi puncaknya mencapai 160.000 ton bijih pada 2023. Ini akan melibatkan 2.450 orang tenaga kerja.

Belum sampai di situ, kecanggihan DLMZ ini juga terletak pada pengoperasioan truk pengangkut bijih yang otomatis tanpa sopir.

Truk-truk ini dikendalikan dari kantor di atas permukaan, seperti bermain video game.

Presiden Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin meminta agar pemerintah Indonesia memberikan kepastian soal kontrak Freeport yang akan habis pada 2021.

"Kami belum mendapatkan kepastian.‎ Untuk bawah tanah kami berencana investasi US$ 15 miliar, dan yang sudah dikeluarkan sampai saat ini US$ 4 miliar," papar Maroed.

"Kalau saja 2017 tidak kita lanjutkan dan tidak mengarah ke deposit di bawah tanah, akan banyak karyawan berhenti bekerja‎," imbuh Maroef.

Jumlah karyawan Freeport saat ini ada 30.004 orang, dari jumlah itu 97% merupakan orang Indonesia.

(dnl/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads