Ini Alasan PLN Enggan Beli Listrik dari Mikro Hidro

Ini Alasan PLN Enggan Beli Listrik dari Mikro Hidro

Michael Agustinus, Muhammad Idris - detikFinance
Rabu, 25 Nov 2015 12:25 WIB
Jakarta -

Pemerintah mengeluarkan aturan baru terkait harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), keluarnya aturan ini disambut baik oleh investor. Sayangnya justru PT PLN (Persero) terkesan enggan membeli listrik dari PLTMH, karena tarifnya terlalu tinggi.

Direktur PLN, Nasri Sebayang menjelaskan, bahwa ‎feed in tariff untuk listrik mikro hidro yang ditetapkan pemerintah itu, bakal membuat subsidi listrik jebol. Dengan sistem subsidi tetap yang kini dibuat pemerintah, PLN harus menanggung sendiri jika subsidi tidak cukup alias nombok, tidak ada tambahan subsidi yang akan diberikan pemerintah.

"Dalam kaitannya dengan pembangunan EBT oleh swasta, itu kan ada feed in tariff yang dibuat Menteri ESDM, masalahnya terkait dengan subsidi. Mengingat sekarang itu model subsidi yang ada adalah fix. Dulu (tambahan subsidi) berapa saja dibayar, tinggal diaudit BPK lalu selisihnya dibayar, sekarang nggak begitu," papar Nasri, usai ‎Seminar Pembangunan dan Penglolaan Bendungan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu (25/11/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

‎Nasri menjelaskan, saat ini rata-rata tarif dasar listrik (TDL) PLN hanya US$ 9 sen/kWh, sementara harga listrik mikro hidro di atas US$ 12 sen/kWh. Artinya, PLN harus nombok US$ 3 sen/kWh jika mengikuti feed in tariff.

"Semakin banyak PLTMH semakin besar selisihnya. Rata-rata TDL dari PLN masih lebih rendah dari feed in tariff. Feed in tariff sampai US$ 12 sen/kWh, tarif rata-rata kita US$ 9 sen/kWh, ada selisih US$ 3 sen/kWh yang perlu dibayar. Itu tolong dipikirkan, dari mana uang PLN untuk membayar itu," ucapnya.

‎Pihaknya mengusulkan pembentukan 'badan penyangga' untuk mengelola subsidi listrik energi terbarukan sebagai jalan tengah. Dengan adanya badan penyangga, PLN dapat membeli listrik dari PLTMH dengan harga rata-rata TDL PLN tapi investor swasta bisa mendapatkan harga yang ekonomis karena ada subsidi yang disalurkan badan penyangga.

"Sekarang subsidi listrik fix Rp 37 triliun, tidak ada tambahan lagi. Kalau ada feed in tariff yang tiba-tiba naik, maka kami bilang tolong dibuat badan penyangga untuk mengelola subsidi. Kita hanya membeli listrik itu sesuai dengan TDL yang berlaku di PLN, sisanya masuk ke badan penyangga sebagai subsidi pemerintah," tutupnya.

Seperti diketahui, pada Juli 2015 lalu, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari PLTMH (Permen ESDM 19/2015), sebagai salah satu upaya mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Dalam Permen ini ditetapkan feed in tariff untuk listrik dari mikro hidro sebesar US$ 12 sen/kWh dikalikan dengan 'F'. F adalah Faktor insentif yang besarnya berbeda dari satu daerah ke daerah lain. Untuk di Sumatera, Jawa, dan Bali, F adalah 1,1. Sedangkan untuk Papua F mencapai 1,6.

Artinya, harga listrik dari mikro hidro di Jawa adalah US$ 12 sen dikali 1,1 atau sekitar Rp 1.716/kWh, sedangkan di Papua US$ 12 sen kali 1,6 atau Rp 2.496/kWh. Berkat harga yang cukup menggiurkan ini, banyak investor yang mau membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Indonesia. Total sudah 92 investor mengajukan proposal pembangunan PLTMH setelah terbitnya Permen ESDM 19/2015.

(rrd/rrd)

Hide Ads