Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang, menjelaskan, Dana Ketahanan Energi ini, konsepnya seperti dana bantalan, yang diambil dari selisih harga jual dengan harga keekonomian, atau dengan konsep floor and ceiling price alias batas atas dan batas bawah harga BBM.
Pertamina mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk mendistribusikan premium dan solar subsidi, yang tidak ada keuntungan yang didapat Pertamina. Pertamina patut khawatir, apabila harga minyak dan kurs naik, sementara harga premium dan solar tetap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bambang mengungkapkan, tapi risiko kalau harga minyak dunia dan kurs naik, seperti pada April hingga Oktober 2015 lalu, Pertamina harus menanggung kerugian ketika menjual premium dan solar. Total kerugian jual premium tahun lalu mencapai Rp 6,3 triliun.
"Sedangkan Pertamina tidak punya wewenang naikkan harga premium dan solar, ketika harga minyak dunia dan kurs turun," katanya.
Ia mengakui, pemerintah memberikan keuntungan dari pendistribusian premium dan solar subsidi sebesar 2%. Tapi keuntungan ini hilang percuma ketika harga minyak dan kurs naik.
"Pemerintah memberikan kompensasi biaya distribusi daerah terpencil sebesar 2%, itu pun tergantung efisiensi kita bisa hemat berapa. Tapi langsung hilang ke laut jika harga minyak dunia & kurs naik, sehingga harga ekonomi naik sedangkan harga jual tidak dinaikkan. Persis kasus premium & solar pada April-Oktober tahun lalu," ujarnya.
Dengan adanya dana pungutan BBM tersebut, Pertamina berharap dana tersebut bisa digunakan untuk mengurangi risiko kerugian yang dialami Pertamina.
"Kalau untung dananya masuk ke Dana Ketahanan Energi, kalau rugi bisa ditutupi dari dana tersebut. Kami yang penting tidak rugi jual premium penugasan pemerintah dan solar subsidi, tidak perlu untung tidak apa-apa. Kami terakhir untung jual BBM itu sekitar 2008 lalu, selebihnya rugi hingga 2015 kemarin," tutup Bambang.
(rrd/hns)