Revisi UU Minerba Buka Peluang Ekspor Mineral Mentah

Revisi UU Minerba Buka Peluang Ekspor Mineral Mentah

Michael Agustinus - detikFinance
Jumat, 19 Feb 2016 11:00 WIB
Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Revisi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba) saat ini tengah diupayakan oleh pemerintah dan DPR. Revisi ini berpeluang membuka kembali ekspor mineral mentah yang dilarang oleh UU Minerba sebelumnya.

Menteri ESDM, Sudirman Said berpendapat, pelonggaran atas larangan ekspor mineral mentah diperlukan saat ini. Banyak perusahaan tambang kesulitan keuangan akibat jatuhnya harga komoditas pertambangan.

Akibatnya, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) juga terganggu, karena keuangan perusahaan-perusahaan tambang tidak memungkinkan investasi dalam jumlah besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Relaksasi (ekspor mineral mentah) dimungkinkan apabila di UU Minerba yang barunya membolehkan. Dan ini menjadi pokok pembahasan karena realistis itu tadi. Banyak smelter tidak selesai, pengusaha mengalami kesulitan," kata Sudirman, dalam jumpa pers di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Dia menambahkan, pelonggaran ini juga diperlukan agar kegiatan pertambangan di dalam negeri tidak terganggu. "Kita lihat nanti, nikel, tembaga, emas, dan sebagainya. Kalau DPR, publik bicara kita kan harus mendengar, sekali lagi pemerintah memfasilitasi supaya industri bergerak dan mendukung kemajuan ekonomi," ucapnya.

Menurut Sudirman, terhambatnya pembangunan smelter saat ini merupakan akibat dari keterlambatan pemerintahan periode sebelumnya dalam mendorong pembangunan smelter. Pembangunan smelter baru dipaksakan di 2014 ketika harga komoditas tambang sudah jatuh.

"Begitu PP dikeluarkan harga komoditas sudah ambruk, waktunya sudah terlambat. Jadi kalau ini tidak direvisi ini akan melanggar by design. Oleh karena itu harus direvisi. Apabila UU Minerba memungkinkan maka akan bisa saja ada relaksasi. Tergantung dari revisi UU Minerba," cetusnya.

Harusnya, pembangunan smelter didorong saat harga komoditas sedang mencapai puncaknya di 2010-2012. "Jadi ingin saya tekankan, PP Nomor 1 Tahun 2014 itu terbitnya 5 tahun setelah UU. Saat menghadapi kondisi yang menekan, smelter malah harus jadi di 2014. Kehilangan lah kesempatan. Padahal harga lagi tinggi-tingginya," tutupnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads