Direktur Pengusahaan Hilir Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Setyorini Tri Hutami, mengungkapkan bahwa modal untuk membangun kilang mini sebenarnya relatif kecil. Jauh lebih rendah dibandingkan modal untuk membangun kilang berskala besar yang mencapai puluhan, bahkan ratusan triliun.
Sebagai contoh,Β kilang mini berkapasitas 2.000 bph, investasi yang dibutuhkan hanya US$ 7- US$ 8 juta atau Rp 91 miliar- Rp 104 miliar (kurs Rp13.000/US$). Tetapi sampai saat ini sulit mencari investor yang mau membangun kilang mini karena risiko bisnisnya dinilai cukup tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, biaya produksi BBM di kilang mini tidak seefisien kilang berskala besar. Kualitas BBM yang dihasilkan juga kurang bagus.
"Tentu lebih ekonomis kilang besar. Kalau kilang besar kan alatnya lengkap, secara kualitas BBM yang dihasilkan juga lebih baik. Mungkin BBM dari kilang mini kualitasnya kurang bagus," ujarnya.
Meski begitu, menurutnya, kilang mini tetap perlu didorong pembangunannya untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM yang selama ini kerap terjadi di daerah-daerah terpencil.
"(Kilang mini) Nggak sekadar pengurangan impor BBM, pemenuhan BBM di sekitar lokasi kilang. Dengan kilang ada di situ, membantu mengatasi kelangkaan BBM. Pembangunan kilang yang besar kita dorong, tapi yang kecil tetap kita perlu bangun juga," cetus Setyorini.
Untuk menarik minat investor, pihaknya kini tengah menyusun regulasi yang memberikan berbagai insentif dan pengaturan lainnya untuk pembangunan kilang mini.
"Kita mengusulkan ada insentif tax holiday, kepastian offtaker-nya, jaminan alokasi minyak mentah, penunjukkannya lelang atau seperti apa, dan sebagainya," pungkasnya. (hns/hns)