Nasib Belum Jelas, Produksi Gas Masela Molor ke 2026

Nasib Belum Jelas, Produksi Gas Masela Molor ke 2026

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 17 Mar 2016 11:07 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan, produksi gas dari Lapangan Abadi, Blok Masela bakal tertunda, paling cepat hingga 2026.

Kepastian memulai produksi itu dipastikan setelah kontraktor utama Blok Masela, Inpex Indonesia, menyatakan baru bisa mengambil keputusan investasi akhir atau FID (Final Investment Decision) paling cepat akhir 2020.

Jadwal FID ini molor dari rencana FID sebelumnya di akhir 2018, karena sampai saat ini belum ada keputusan POD (plan of development), apakah akan menggunakan kilang gas alam cair terapung (Floating LNG) atau kilang dibangun di daratan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemarin dengan FID di tahun 2018 saja produksi gas diperkirakan baru bisa produksi di 2024. Artinya kalau FID mundur hingga 2020, maka mundur 2 tahun lagi ke 2026. Itu saja dengan catatan sudah putuskan harus floating LNG. Kalau di darat lebih nggak jelas lagi kapan (produksi),: kata Wakil Kepala SKK Migas, Zikrullah, ditemui di kantornya, Menara Mulia, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Sebelumnya, Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi mengungkapkan, molornya jadwal FID hingga 2 tahun setelah ditetapkan POD terjadi, karena Inpex tak mau beresiko berinvestasi besar saat masuk tahun politik di 2019.

"Waktu diusulkan Desember, POD bisa disetujui akhir Desember tahun lalu, maka FID akhir 2018. Lalu mundur akhir Januari dan mundur akhir Februari. Lalu ternyata setelah dihitung mereka masih bisa 2018 walau agak pesimistis. Setelah jelang 10 Maret mereka pastikan tidak bisa akhir 2018 FID. Jadi kalau POD disetujui sekarang, maka FID akan mundur akhir 2020. Kalau diputuska onshore maka mundurnya akan lebih lama lagi," ujarnya.

Dia menjelaskan, keputusan akhir investasi oleh Inpex yang mundur hingga akhir 2020, dilakukan setelah mempertimbangkan risiko bisnis dan politik di negara tempat investasi.

"Untuk hitungan, kita mesti berpikir dengan cara pikir investor. Mereka masukkan parameter risiko yang lain. Kalau akhir 2018 risiko masih diterima, begitu masuk 2019 Indonesia masuk masa pemilu dan mereka hitung tahun itu sulit dilakukan pengambilan keputusan investasi dengan nilai yang besar ketika ada perubahan situasi politik," terang Amien. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads