Tak Mau Lagi Bergantung Pada Minyak, Ini Langkah Arab Saudi

Tak Mau Lagi Bergantung Pada Minyak, Ini Langkah Arab Saudi

Angga Aliya ZRF - detikFinance
Selasa, 26 Apr 2016 11:58 WIB
Foto: Reuters
Riyadh - Pemerintah Arab Saudi sedang memeras otak mereformasi ekonominya yang selama ini bergantung ke penjualan minyak mentah.

Sebanyak 70% pendapatan negara Arab Saudi tahun lalu masih dipenuhi dari penjualan minyak. Jika terus begini, pendapatannya bisa terimbas harga minyak dunia yang sedang lesu.

Ada beberapa cara yang rencananya akan dilakukan oleh pemerintah setempat, salah satunya adalah menjual sebagian saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setempat demi mendapatkan dana segar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Negara kita sudah ketergantungan minyak," kata Pangeran Mohammed bin Salman Al Saud, Wakil Perdana Menteri Arab Saudi, saat mengumumkan rencana reformasi itu, seperti dikutip dari BBC, Selasa (26/4/2016).

Program reformasinya akan dijalankan untuk jangka panjang, targetnya sampai 2030. "Kita bisa hidup tanpa (ketergantungan) minyak di 2020," kata Mohammed dalam wawancara di stasiun televisi Al-Arabiya.

Beberapa poin penting dalam program reformasi tersebut antara lain:
- Menjual sekitar 5% saham Saudi Aramco, BUMN minyak Arab Saudi yang nilai perusahaannya ditaksir US$ 2,5 triliun atau sekitar Rp 32.500 triliun.
- Uang hasil penjualan saham Aramco sebagian digunakan untuk dana investasi ke luar negeri sebanyak US$ 2 triliun.
- Sistem visa baru yang memungkinkan orang asing muslim bekerja jangka panjang di Arab Saudi
- Diversifikasi ekonomi, mulai dari investasi di tambang mineral dan memproduksi peralatan militer
- Mengizinkan wanita untuk bekerja

Selama ini Arab Saudi mengandalkan minyak sebagai penggerak utama ekonominya. Ketika harga minyak dunia jatuh, imbasnya sangat terasa kepada anggaran negara.

Meski demikian, Arab Saudi tak perlu harus 'teriak' minta bantuan utang kepada International Monetary Fund (IMF), seperti Angola. Namun sampai saat ini pemasukan dana hasil penjualan minyak Arab Saudi sudah turun menjadi sepertiga dari biasanya.

Apalagi sekarang sudah banyak negara yang berniat mengurangi konsumsi minyak demi kondisi lingkungan yang lebih baik. Hal ini memberi ketidakpastian akan kebutuhan minyak di masa depan.

Dalam beberapa tahun ke depan minyak masih akan mendominasi bahan bakar alat transportasi. Namun untuk jangka panjang hal ini bisa saja berubah.

Harga minyak dunia saat ini masih bergerak di kisaran US$ 30-40 per barel, jauh sekali dari posisi puncaknya US$ 115 per barel pada Juni 2014. Reformasi Arab Saudi tetap dilakukan meski nanti harga minyak dunia kembali naik.

"Misi kita ini tidak ada hubungannya dengan harga minyak," kata si pangeran Arab.

"Jika harga minyak naik lagi, ini akan membantu kita. Tapi walaupun harga tetap rendah tidak jadi masalah," tambahnya. (ang/dnl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads