Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, menyatakan bahwa buku pedoman ini diharapkan bisa mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di berbagai kota di Indonesia.
PLTSa penting untuk dikembangkan karena dapat menyelesaikan masalah sampah di perkotaan. Polusi, bau, pemandangan tak sedap yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah bisa dihilangkan, bahkan diolah menjadi listrik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengolahan sampah menjadi listrik ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon, sebagaimana disepakati dalam Konferensi Paris (COP21) pada akhir 2015.
"Ada komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Paris akhir tahun lalu, dengan mengakselerasi program waste to energy ini salah satunya," ucapnya.
Dia menjelaskan, regulasi untuk pengolahan sampah menjadi energi sudah sangat lengkap. Ditambah dengan adanya Perpres Nomor 18 Tahun 2016, diharapkan pembangunan PLTSa bisa dikebut. 7 kota dijadikan pilot project untuk PLTSa, yaitu Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makasar.
"Ini sudah lama jadi konsen kita, kuncinya adalah percepatan. Diputuskan 7 kota jadi pilot project," tukas dia.
Berbagai insentif telah disediakan oleh pemerintah untuk menarik minat investor mengembangkan PLTSa di Indonesia, misalnya Permen ESDM Nomor 44 Tahun 2015 yang menetapkan Feed in Tariff sebesar US$ 18,77 sen/kWh utk listrik dari PLTSa.
Perizinan untuk pembangunannya juga dipermudah. Ia membidik ada 7 kota bebas sampah di 2017 dengan adanya PLTSa.
"Ada penyederhanaan perizinan melalui BKPM dan sebagainya. Ini harus jadi, 7 kota harus bebas sampah kota pada 2017. Program ini harus dikawal, ini tugas kita bersama," pungkas Rida. (ang/ang)