Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, selain pasokan yang mulai menipis, harga jual gas di Indonesia juga tidak merata alias berbeda-beda.
"Neraca gas saat ini masih oke, tetapi hanya dalam beberapa tahun ke depan kita sudah akan defisit gas yang luar biasa. Pdahal gas ingin jadi driver perekonomian Indonesia. Ini tantangan yang luar biasa," katanya, di acara 40th IPA Convex di JCC Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (26/5/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada ketidakadilan untuk Indonesia harga gas tidak merata. Bagaimana kita membuat harga yang adil di seluruh Indonesia, dengan begitu dengan infrastruktur yang masif akan kita bangun, sistem gas kita tidak bisa meniru negara-negara maju karena kita negara kepulauan," ujarnya.
Ia mengatakan, ada tiga poin penting yang jadi perhatian pemerintah dalam menyusun tata kelola gas ini, yaitu bagaimana mengatur industri hulu gas, mengatur margin di pasar, dan membangun infrastruktur.
Kendati demikian, RI tetap harus impor gas mulai 2019 karena kebutuhan yang semakin tinggi. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025. (ang/ang)