Dirjen Migas: Harga Gas di RI Tidak Merata

Dirjen Migas: Harga Gas di RI Tidak Merata

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Kamis, 26 Mei 2016 17:22 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Kebutuhan gas dala negeri terus meningkat, tapi tidak diimbangi dengan produksi. Akibatnya dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia terpaksa mengimpor gas.

Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, selain pasokan yang mulai menipis, harga jual gas di Indonesia juga tidak merata alias berbeda-beda.

"Neraca gas saat ini masih oke, tetapi hanya dalam beberapa tahun ke depan kita sudah akan defisit gas yang luar biasa. Pdahal gas ingin jadi driver perekonomian Indonesia. Ini tantangan yang luar biasa," katanya, di acara 40th IPA Convex di JCC Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (26/5/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka dari itu, kata dia, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang menyusun aturan tata kelola gas dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).

"Ada ketidakadilan untuk Indonesia harga gas tidak merata. Bagaimana kita membuat harga yang adil di seluruh Indonesia, dengan begitu dengan infrastruktur yang masif akan kita bangun, sistem gas kita tidak bisa meniru negara-negara maju karena kita negara kepulauan," ujarnya.

Ia mengatakan, ada tiga poin penting yang jadi perhatian pemerintah dalam menyusun tata kelola gas ini, yaitu bagaimana mengatur industri hulu gas, mengatur margin di pasar, dan membangun infrastruktur.

Kendati demikian, RI tetap harus impor gas mulai 2019 karena kebutuhan yang semakin tinggi. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025. (ang/ang)

Hide Ads