PLN keberatan membeli listrik dari Independent Power Producer (IPP) mikro hidro dengan harga hingga Rp 2.000/kWh. Harga setinggi itu, dinilai PLN dapat merugikan korporasi. Karena itu, PLN meminta tambahan subsidi dari pemerintah agar dapat membeli listrik dari pengembang mikro hidro dengan harga sesuai Permen ESDM 19/2015.
Tapi pembahasan angka tambahan subsidi antara PLN dan ESDM sampai saat ini masih belum mencapai titik temu. Direktur Aneka Energi Kementerian ESDM, Maritje Hutapea, mengungkapkan ada perbedaan perhitungan antara pihaknya dengan PLN. Perbedaan itu muncul karena metode perhitungan yang tidak sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kementerian ESDM menghitung tambahan subsidi yang harus diberikan berdasarkan biaya pokok produksi, sedangkan PLN menghitung berdasarkan harga jual listrik ke pelanggan.
Maritje menerangkan, misalnya BPP listrik mikro hidro di suatu daerah adalah Rp 3.300/kWh. Sedangkan Feed in Tariff yang ditetapkan pemerintah dan harus dibayar PLN adalah Rp 2.000/kWh, maka masih ada surplus Rp 1.300/kWh, tidak perlu subsidi.
Tapi menurut perhitungan PLN perlu subsidi karena harga jual listrik ke pelanggan hanya Rp 1.300/kWh, maka ada kekurangan Rp 700/kWh yang harus ditutup dengan subsidi.
"Jadi PLTMH kami lihat secara keseluruhan tidak perlu subsidi, masih ada saving Rp 600-700 juta per tahun, hanya profit PLN berkurang. Mereka (PLN) mengeluarkan angka (subsidi) jauh lebih besar, hitungannya pakai harga jual," paparnya.
Meski pembahasan subsidi listrik mikro hidro ini belum selesai, proyek-proyek tetap bisa berjalan. Buktinya, baru-baru ini PLN menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan 6 pengembang listrik mikro hidro di Jawa Barat.
"PPA sudah mulai, misalnya kemarin ada 6 di Jabar baru-baru ini. Mereka masih menggunakan harga yang diedarkan Direktur Perencanaan PLN. Tapi ada klausul harga akan adjust (disesuaikan dengan Permen ESDM 19/2015) kalau subsidi dari pemerintah sudah turun," pungkasnya. (wdl/wdl)