Namun pada rapat dengan Banggar DPR, pemerintah mengusulkan angka berbeda pada ICP. Pemerintah mengusulkan US$ 40/barel. Sebab, apabila ICP ditetapkan pada US$ 45/ barel defisit anggaran akan naik.
"Menurut kami harga yang mungkin terjadi US$ 40/barel bukan US$ 45/ barel karena kalau asumsi US$ 45, rata-rata di Juli-Desember harus US$ 54/barel, karena musim panas harga minyak turun dan musim dingin harga minyak dunia naik lagi. Impact ke APBN kalau yang kita perkirakan itu tidak tercapai maka defisitnya naik," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, di Ruang Sidang Banggar DPR, Jakarta, Rabu (15/6/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lifting minyak bumi dan gas seperti yang disampaikan, lifting minyak 820.000 barel/hari, lifitng gas 1,15 juta setara minyak/hari kemungkinan didapatkan karena masih bisa dicari sumber-sumber lain oleh SKK Migas," kata Suahasil.
Sebelumnya, usulan soal Indonesian Crude Price (ICP) hingga subsidi energi, yang diajukan oleh Menteri ESDM Sudirman Said pekan lalu dimentahkan semua oleh Komisi VII DPR.
Tanpa melibatkan Sudirman, Komisi VII DPR sudah memutuskan sendiri asumsi-asumsi dasar yang terkait dengan sektor ESDM, mulai dari Indonesian Crude Price (ICP) hingga subsidi energi.
Komisi VII DPR beralasan bahwa asumsi dasar harus diajukan oleh komisi kepada Badan Anggaran (Banggar) DPR pada Senin (13/6/2016) kemarin. Sebenarnya Sudirman dan Komisi VII DPR sudah dijadwalkan rapat kerja kemarin siang, namun Sudirman batal hadir karena berhalangan, akhirnya Komisi VII membuat asumsi dasar tanpa kehadiran Sudirman. (hns/hns)