"Ekses solar kita maintain supaya tidak melebihi kapasitas tangki kita. Ekses per hari 10.000 bph, produksi 60.000 bph," ujar Direktur Pengolahan Pertamina, Rachmad Hardadi, dalam konferensi pers di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (28/6/2016).
Agar surplus solar ini tak sampai membuat tangki Pertamina tak cukup alias overload, Pertamina melakukan pengaturan khusus. Surplus solar terus dipasarkan agar tersalurkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rachmad mengungkapkan, salah satu penyebab turunnya konsumsi solar adalah merosotnya permintaan dari industri akibat pelemahan ekonomi global. Industri pertambangan yang menggunakan banyak solar misalnya, kini banyak yang menghentikan kegiatan produksi akibat anjloknya harga komoditas pertambangan.
Program mandatori biodiesel 20% (B20), yaitu kewajiban mencampur solar dengan 20% biodiesel, membuat konsumsi solar makin turun. "Ada sekitar 20% diesel yang dipakai masyarakat berasal dari FAME (biodiesel) dan itu menurunkan permintaan diesel Pertamina," tuturnya.
Sementara di sisi lain, produksi solar Pertamina justru naik berkat pengoperasian kilang RFCC Cilacap dan kilang TPPI. Menurunnya kebutuhan solar sekaligus meningkatnya produksi dari dalam negeri ini membuat impor solar turun, bahkan produksi solar surplus sejak awal tahun ini.
"Pada akhir September 2015 kita operasikan RFCC Cilacap dan Kilang TPPI. Ini mengurangi impor premium 30-42% dan solar 44%. Sekarang bahkan kita sudah tidak impor solar," tutupnya. (hns/hns)