Revisi aturan tentang biaya operasi yang dapat diganti (cost recovery) dan pajak di bidang hulu migas tersebut memang belakangan tengah dikebut. Tujuannya, untuk membuat iklim investasi di industri hulu migas nasional menjadi lebih menarik.
Luhut menyatakan, revisi PP 79/2010 difinalisasi minggu ini. Setelah finalisasi, PP akan diserahkan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera disahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut menyebut ada 7 poin yang menjadi perhatian utama dalam PP 79/2010. "Ada beberapa poin-poin di situ dan mungkin ada 6-7 titik yang akan kita perbaiki. Dan tadi semua sepakat hal-hal itu harus diberikan," ucapnya.
Di tempat yang sama, Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan 3 dari 7 poin penting tersebut adalah soal kepastian hukum, iklim investasi, dan perpajakan. "Pertama kepastian hukum, kedua iklim investasi lebih atraktif, ketiga penataan fiskal. Jadi 3 itu," ucapnya.
Para pelaku industri hulu migas, Wiratmaja menambahkan, ingin peraturan kembali seperti sebelum adanya PP 79/2010, yaitu pajak-pajak seperti PBB, PPN, PPh, dan pajak daerah tidak ditanggung oleh investor (prinsip assume and discharge). "Kami mengusulkan assume and discharge. Dalam beberapa hari ini akan finalisasi," ucapnya.
Diharapkan revisi PP 79/2010 yang memangkas pajak di hulu migas dapat meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan minyak baru di dalam negeri. Sebab cadangan minyak Indonesia yang terbukti (proven reserve) saat ini tinggal 3,6 miliar barel.
Cadangan minyak ini umumnya berada di daerah-daerah terpencil, laut dalam, dan terpencar lokasinya. Harga minyak yang rendah membuat kondisi semakin buruk karena eksplorasi migas di Indonesia jadi makin tak ekonomis.
Dengan kebutuhan mencapai 300 juta barel per tahun, maka minyak Indonesia akan habis dalam waktu 12 tahun lagi bila tidak ada penemuan cadangan baru. (wdl/wdl)