Industri di Sumut 'Menjerit' Harga Gas Mahal, Ini Penyebabnya

Industri di Sumut 'Menjerit' Harga Gas Mahal, Ini Penyebabnya

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 30 Agu 2016 13:00 WIB
Foto: Gas
Jakarta - Industri dan pembangkit listrik di Sumatera Utara (Sumut) tak bisa beroperasi dengan efisien, akibat mahalnya harga gas bumi. Harga gas di Sumut yang mencapai kisaran US$ 13/MMbtu disebut oleh Menko Perekonomian, Darmin Nasution, sudah tak masuk akal.

Gas untuk Sumut memang berasal dari Lapangan Tangguh, Papua, yang berjarak 4.800 kilometer (km) dengan Terminal Penerimaan dan Regasifikasi Arun di Aceh. Gas itu harus diolah menjadi gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dulu dan dikapalkan ke Sumatera. Tetapi itu semua bukan penyebab mahalnya harga gas di Sumut.

Sebetulnya harga gas ini dari hulu atau asalnya di Papua hanya US$ 4,9/MMbtu. Hingga sampai di Arun, gas berbentuk LNG tersebut, untuk tahun ini harganya rata-rata masih US$ 4,9/MMbtu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di upstream (hulu) kita sudah menentukan besar IRR, asumsi operating cost. Kalau dari hulu sebenarnya dengan rata-rata harga minyak US$ 40/barel itu bisa US$ 4-5/MMbtu. Gas dari Papua itu dari hulunya bisa US$ 4-5/MMbtu," ungkap Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian ESDM, Djoko Siswanto, saat ditemui di Hotel Raffles, Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Untuk pengangkutan gas dari Papua ke Arun, ada biaya pengapalan sekitar US$ 1-2/MMbtu. Sampai di Arun, LNG Tangguh diproses kembali menjadi gas (regasifikasi). Biaya regasifikasi di terminal milik PT Perta Arun US$ 1,5/MMbtu.

"Dari Papua dibawa pakai kapal ke Arun itu bisa US$ 1-2/MMbtu. Kemudian ada proses regasifikasi, biayanya bisa US$ 1-2/MMbtu," ujar Djoko.

Setelah itu, gas dialirkan melalui pipa transmisi ruas Arun-Belawan. PT Pertagas mengenakan toll fee sebesar US$ 2,53/MMbtu. "Dari Arun dibawa ke Medan ada toll fee," Djoko melanjutkan.

Harga gas menjadi semakin mahal karena ditambah pajak-pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) regasifikasi sebesar US$ 0,15/MMbtu, PPN Arun-Belawan US$ 0,25/MMbtu, margin untuk Pertagas, dan belum lagi biaya distribusi gas sebesar US$ 1,44/MMbtu yang dikenakan oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

"Terus ada margin-marginnya. Ada distribusi sama PGN. Ada pajak, ada iuran BPH Migas. Supply chain-nya harus kita lihat. Itu akhirnya jadi mahal, kurang lebih jadi US$ 10/MMbtu," paparnya.

Pemerintah, kata Djoko, saat ini sedang mencari cara agar harga gas bumi di Sumut bisa turun. Misalnya dengan memangkas toll fee, ongkos regasifikasi, dan penurunan harga gas di hulu.

"Ini lagi kita lihat lagi, mana yang bisa dipangkas. Toll fee sudah bisa kita lihat, biaya regasifikasi bisa kita lihat, biaya transportasi bisa kita lihat, margin juga. Di hulu juga sedang kita hitung. Kalau kita kurang 10% masing-masing saja bisa di bawah US$ 10/MMbtu," ujar Djoko.

Penurunan harga di hulu akan diambil dari pengurangan pendapatan bagian pemerintah. Juga pengurangan pajak-pajak di hulu. "Di hulu government take kita kurangi atau split-nya. Kemudian tax insentive kita berikan. Baru bisa turun," pungkasnya. (wdl/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads