Industri di RI Beli Gas US$ 9,1-12/MMBtu, di China Cuma US$ 5/MMBtu

Industri di RI Beli Gas US$ 9,1-12/MMBtu, di China Cuma US$ 5/MMBtu

Yulida Medistiara - detikFinance
Senin, 05 Sep 2016 18:05 WIB
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Industri keramik merupakan salah satu industri yang terkena imbas dari mahalnya harga gas. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan, saat ini sektor industri membeli gas seharga US$ 9,1-12/MMBtu.

Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan di China.

"Sekarang kita di Jawa Barat, Bandung, Jakarta, Tangerang kalau beli kisarannya US$ 9,1 per MMBtu. Kalau di Sumatera Utara lebih mahal lagi US$ 12/MMBtu. Di China lebih murah, kalau China harga gasnya sekitar US$ 5/MMBtu," ujar Elisa ketika dihubungi detikfinance, Senin (5/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk industri keramik, khusus gas saja berkontribusi langsung sebanyak 35%. Hal inilah yang membuat para pengusaha keramik terbebani dengan biaya produksi dan lesunya konsumen, serta ditambahnya pesaing dari luar negeri yang menjual keramik lebih murah.

Harga keramik impor dari Cina ukuran 60x60 atau 80x80 sebesar Rp 75.000, sedangkan Indonesia tergantung dengan motif dan desainnya sehingga bisa di atas Rp 75.000. Selain itu, faktor seperti terdepresiasinya rupiah terhadap dolar di mana pengusaha membeli gas menggunakan mata uang dolar Amerika dinilai berat.

Faktor kurangnya produktivitas tenaga kerja dan mahalnya ongkos logistik menjadi salah satu penyebab mengapa produk impor dari China lebih murah.

"Tapi yang jelas di sana barang yang diimpor ke sini karena belinya saja murah sekali, makanya importir itu sudah banyak sekali," ujar Elisa.

Ia khawatir di masa mendatang, para pelaku industri beralih menjadi importir karena tidak bisa bersaing dengan negara lain soal harga. Jika itu terjadi, maka akan berdampak berkurangnya tenaga kerja.

Oleh karena itu, Elisa meminta agar pemerintah menurunkan harga gas. Sehingga, produk lokal bisa memiliki daya saing dengan produk impor.

"Itu yang kita minta pemerintah ikut memahami kondisi seperti ini," kata Elisa. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads