Insentif yang dimaksud berupa harga jual listrik hasil EBT yang mahal agar para investor tertarik melakukan pengembangan. Namun PLN tak bisa menanggungnya, maka pemerintah harus turun tangan memberikan subsidi.
Tapi itu hanya kebijakan sementara yang harus diambil pada awal pengembangan EBT. Setelah EBT berkembang dan biayanya makin efisien, tentu subsidi sudah tak diperlukan lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"EBT itu kalau nggak disubsidi, nggak akan sampai 23% pada 2025. Misalkan solar cell, itu mesti kita subsidi karena harganya lebih tinggi dari BPP (Biaya Pokok Produksi) listrik PLN. Kalau itu nggak disubsidi, nggak ada yang mau investasi, nggak ada yang bangun," papar Luhut dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Dia menambahkan, seluruh dunia sudah mengembangkan EBT. Tentu Indonesia akan tertinggal kalau masih bergantung pada energi fosil yang meski relatif lebih murah tapi tak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan.
"Kita tidak boleh tertinggal soal EBT, seluruh dunia sudah mengembangkan. Misalnya sampah, cangkang sawit, air. Negara-negara lain sudah besar," ucapnya.
Sekarang energi fosil memang masih tersedia, tapi cadangannya di Indonesia akan segera habis. Maka pengembangan EBT harus dimulai dari sekarang untuk persiapan di masa mendatang. "Setelah generasi kita, energi fosil akan habis. Ini harus jadi perhatian kita. Jangan menunggu energi fosil habis," tegasnya.
Masalah banyaknya pembangkit dari EBT yang dimiliki segelintir perusahaan, Luhut berjanji akan mengatur kepemilikannya agar subsidi EBT tak dinikmati orang-orang tertentu saja. "Kita bikin aturan, jangan sampai dimiliki asing atau segelintir orang saja. Jadi ada keberpihakan kita," pungkasnya.
Penjelasan Luhut ini untuk menjawab perihal subsidi untuk EBT yang menjadi perdebatan dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan.
Beberapa anggota Komisi VII DPR seperti Ramson Siagian, Inas Nasrullah, dan sebagainya berpendapat bahwa subsidi EBT ini sebaiknya ditiadakan saja karena tidak untuk rakyat, melainkan untuk segelintir korporasi.
Menurut mereka, meski subsidi diberikan kepada PT PLN (Persero), ujung-ujungnya yang menikmati adalah para pengusaha yang menjadi Independent Power Producer (IPP) untuk pembangkit listrik dari EBT. (dna/dna)











































