Soal Harga Gas di RI Mahal, Dewan Energi: Karena Banyak Pemburu Rente

Soal Harga Gas di RI Mahal, Dewan Energi: Karena Banyak Pemburu Rente

Yulida Medistiara - detikFinance
Rabu, 07 Sep 2016 16:26 WIB
Foto: Dok. Kemenperin
Jakarta - Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi telah diterbitkan sejak Mei 2016. Dalam beleid ini mengatur industri dengan harga gas bumi yang tidak ekonomis dan harga gas bumi di atas US$ 6/MMBtu, dapat memperoleh gas dengan harga tertentu yang ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Namun, harga gas untuk industri tetap saja mahal meskipun sudah ada aturan tersebut. Menurut Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Achdiat Atmawinata, ini karena ulahnya para pemburu rente atau perusahaan trader bermodal kertas yang tidak memiliki infrastruktur pipa untuk menyalurkan langsung ke industri.

Para trader ini menjual ke trader lainnya yang memiliki infrastruktur dan menyambung ke trader yang lain dan dikenakan toll fee.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti di ketahui, Pepres yang menekan harga US$ 6 itu, saat sampai gerbang industri jadinya belasan dolar. Ternyata kalau dilihat masih banyak pemburu rente yang masuk ke situ, masih banyak yang belum punya infrastruktur," ujar Achdiat, di Kemenperin, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2016).

Ia mengatakan, saat ini harga gas di hulu sudah efisien atau sekitar US$ 4-US$ 5 sama seperti harga gas untuk industri yang dijual di luar negeri. Justru permasalahannya ada di saat distribusi gas dari sumur ke industri tersebut karena harus melewati tahapan distribusi.

"Ambil contoh, industri banyak di wilayah barat, sumber gas di timur. Kalau di timur bawanya pakai? kan nggak. Gas itu harus dicairkan, selesai dicairkan ditransportasi, sampai di pelabuhan harus digaskan lagi siapa yang bangun infrastruktur itu, selesai digaskan disalurkan lagi," ujar Achdiat.

Menurut Achdiat, beberapa perusahaan masih tidak memiliki infrastruktur, ada yang memiliki tapi pipanya tidak sampai langsung ke industri sehingga menambah rantai pasokan.

"Itulah kebutuhan infrastruktur di situ dibutuhkan negara apakah infrastrukturnya diinvest oleh negara, itu yang kita cari solusinya. Disamping itu banyak pemburu rente itu di tengah yang tiba-tiba punya kuota yang diperjualkan lagi," kata Achdiat.

Lantas bagaimana mencegah pemburu rente beraksi lagi? Achdiat menyebut perusahaan yang masih main-main dicabut izinnya.

"Ya paling gampang misalnya ya cabut saja izinnya misalnya tapi kan itu salah satu, ada banyak lagi caranya," ujar Achdiat. (hns/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads