Luhut Rombak Aturan Cost Recovery dan Pajak Migas, Ini Tujuannya

Luhut Rombak Aturan Cost Recovery dan Pajak Migas, Ini Tujuannya

Michael Agustinus - detikFinance
Jumat, 09 Sep 2016 12:52 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 (PP 79/2010) sudah di depan mata. Selama 3 minggu menjadi Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan, terus menggenjot perombakan aturan ini. Hasil revisi tinggal difinalisasi dan sebentar lagi diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk disahkan.

PP 79/2010 yang mengatur cost recovery dan pajak-pajak di hulu migas ini dinilai menghambat investasi. Terlalu banyak pajak yang dipungut sehingga investor malas mencari minyak di Indonesia.

Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan dalam draft terakhir revisi PP 79/2010 dibuat ketentuan baru, kontraktor migas mendapat insentif tax holiday pada saat kegiatan eksplorasi migas. Dengan begitu, tidak akan ada lagi pajak yang harus dibayar pada saat mencari minyak di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada prinsip-prinsip pemberlakuan insentif khusus pada saat kegiatan eksplorasi hulu migas. KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) kan belum dapat uang (saat eksplorasi), jadi jangan ada pajak. Kita usulkan saat eksplorasi diberi tax holiday, jadi tidak kena pajak sama sekali," kata Wirat, saat diskusi di Gedung Migas, Jakarta, Jumat (9/9/2016).

Untuk mendorong kegiatan eksplorasi migas, dalam revisi atas PP 79/2010 juga diberlakukan prinsip Block Basis di blok-blok yang sudah berproduksi. Biaya investasi untuk kegiatan eksplorasi di lokasi yang masih dalam satu Wilayah Kerja (WK/blok) bisa diklaim sebagai cost recovery yang harus diganti negara.

"Untuk KKKS yang sudah punya WK, berlaku prinsip Block Basis," ucapnya.

Selama ini, kontraktor hanya dapat meminta cost recovery untuk biaya yang dikeluarkannya di lapangan yang sudah berproduksi. Prinsip ini disebut Plan of Development (POD) Basis, yakni cost recovery berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk pengembangan di 1 lapangan. Biaya untuk eksplorasi, meski masih dalam 1 blok, tidak dapat diklaim kepada negara kalau belum menemukan cadangan migas dan memproduksinya.

Revisi PP 79/2010 juga memberi kepastian hukum pada kontraktor-kontraktor migas di Indonesia. Sebab, aturan hasil revisi menghormati kontrak bagi hasil (Profit Sharing Contract/PSC) yang sudah ditandatangani oleh kontraktor dan SKK Migas. PP 79/2010 memang kerap diprotes karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam PSC. "Hal-hal yang sudah ditetapkan dalam PSC kita hormati ujar Wirat.

Keuntungan lain yang ditawarkan kepada para KKKS lewat revisi PP 79/2010 adalah bagi hasil yang lebih fleksibel. Bagi hasil yang berlaku dalam PSC di Indonesia saat ini adalah 85% hasil produksi migas untuk negara dan 15% untuk kontraktor (85:15). Setelah PP 79/2010 dirombak, bagian kontraktor dapat diperbesar hingga 40%.

Saat harga minyak rendah seperti sekarang, bagian negara akan dipangkas hingga tinggal 60%. Tapi bagian negara akan kembali menjadi 85% saat harga minyak tinggi. "Ada insentif, bagian KKKS fleksibel. Bagian negara mungkin akan turun tapi iklim investasi kita jadi atraktif. Sesuai arahan Plt Menteri, migas ini penggerak perekonomian," papar Wirat.

Wirat berharap revisi PP 79/2010 dapat mendorong minat perusahaan-perusahaan migas untuk menggiatkan pencarian cadangan migas baru di Indonesia. Sebab tanpa adanya penemuan cadangan baru, Indonesia akan kehabisan minyak bumi dalam kurun waktu sekitar 10 tahun mendatang.

Cadangan terbukti minyak Indonesia tinggal 3,6 miliar barel, sementara konsumsi minyak per tahun mencapai 300 juta barel dan akan terus meningkat. Sebenarnya masih banyak cadangan minyak yang dimiliki Indonesia, tapi lokasinya di laut dalam dan tempat-tempat terpencil. Tanpa adanya terobosan-terobosan, eksplorasi cadangan-cadangan tersebut tidak ekonomis. Maka revisi PP 79/2010 amat mendesak.

"Jumlah KKKS kita turun setelah ada PP 79/2010. Padahal saat itu (2010-2014) harga minyak tinggi, tapi KKKS di Indonesia malah berkurang, artinya kita tidak atraktif. Kita berharap (jumlah KKKS) menanjak lagi setelah revisi PP 79. Kalau ada banyak KKKS, kemungkinan kita menemukan cadangan baru lebih besar," tutupnya. (wdl/wdl)

Hide Ads