Kemilau Emas Gunung Pongkor dan Nasib Para 'Gurandil'

Kemilau Emas Gunung Pongkor dan Nasib Para 'Gurandil'

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 15 Sep 2016 19:15 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Ibarat pepatah, ada gula maka ada semut. Itulah gambaran yang terjadi di areal tambang emas di Gunung Pongkor yang sebagian masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Selama lebih 2 dekade, Gunung Pongkor kehosor sebagai tambang emas. Sebelum ditemukan cadangan emasnya pada tahun 1988, kawasan Gunung Pongkor yang secara administrasi masuk Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merupakan kawasan hutan lindung. Hanya sedikit pemukiman penduduk dengan pola menyebar, itu pun berada di dekat pusat kecamatan.

PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mulai masuk menggarap cadangan emas dengan membentuk Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE) Pongkor. BUMN tambang itu mendapat konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas Pongkor seluas 6.047 hektar. Antam pun membangun jalan akses dari kota Kecamatan Nanggung sejauh 12 kilometer menuju Gunung Pongkor.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kabar cadangan emas yang besar menarik hasrat masyarakat ikut menambang dengan cara tradisional, atau Penambang Emas Tanpa Izin (PETI). Para penambang yang sebagian besar merupakan pendatang ini, dikenal dengan sebutan gurandil. Bahkan, beberapa kampung bermunculan setelah tambang emas ilegal mulai marak dan menciptakan geliat ekonomi baru.


"Kita bangun jalan akhirnya mulai ramai. Sebetulnya sudah ada kampung-kampung kecil, tapi polanya menyebar, masih hutan saat kita datang pertama. Ada beberapa kampung yang masuk enclave kita," kata Sekretaris Perusahaan Antam, Trenggono Sutioso, kepada detikFinance di UBPE Pongkor, Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/9/2016).

Saking banyaknya pendatang, menurut Trenggono, kampung-kampung baru di sekitar area konsesi Antam mulai bermunculan. Pasca tahun 1998, jadi puncak dari penambangan emas liar oleh gurandil di Pongkor.

"Ada beberapa kampung muncul, atau kampung masyarakat yang sudah ada, itu hanya dimanfaatkan gurandil untuk jadi pusat aktivitas mereka. Kalau disebut masyarakat asli, masyarakat yang mana, mereka rata-rata pendatang," ujarnya.


Cara menambang emas para gurandil ini pun terbilang sangat berisiko. Jika Antam membangun terowongan di dasar kaki gunung hingga tembus ke dalam, para gurandil menggali lubang dari atas perbukitan ke dalam dalam tanah, dan selanjutnya menggali perut gunung mengikuti tanah yang diyakini sebagai urat emas.

Kasus teranyar terjadi tahun lalu, yakni longsoran lubang tambang ilegal yang membuat 12 gurandil kehilangan nyawanya. Kejadian itu pula yang menjadi latar belakang penertiban gurandil pada September tahun 2015.

"Kalau penggalian terowongan kita didasarkan atas hasil eksplorasi yang telah dilakukan. Mengikuti pola cadangan emas yang ditemukan, dilakukan study dan biaya, baru dilakukan penggalian terowongan dengan peledakan," terang Trenggono.

Sementara gurandil hanya berbekal alat sederhana berupa linggis, martil, pahatan, dan lilin sebagai penerang. Sekali masuk lubang, para gurandil ini bisa berhari-hari di dalam lubang yang dibuatnya.

Gurandil umumnya menambang di luar area konsesi milik Antam, dan berada di atas perbukitan masuk di dalam kawasan taman nasional. Beberapa terowongan yang dibuat gurandil juga kerap menembus terowongan yang dibuat Antam.


Penertiban secara masif pun baru dilakukan pada September 2015 lalu. Penambang liar yang sebelumnya menguasai areal di atas konsesi Antam ditertibkan. Saat itu, ada 200-an lubang yang ditutup oleh UBPE Pongkor. Serta dilakukan pembongkaran kampung-kampung gurandil.

"Sebelum penggusuran, mereka menambang emas ilegal secara terang-terangan di depan kami, menguasai lahan di sekitar Pongkor. Setelah ditertibkan, mereka sekarang sembunyi-sembunyi, kita tidak menjamin masih marak, tapi paling tidak gurandil tak lagi menambang terang-terangan," tutur Trenggono.

Untuk membatasi ruang gerak Gurandil, pihaknya juga menutup akses kendaraan yang melewati jalan akses ke Pongkor, sehingga tak ada lagi pengangkutan bijih emas yang sebelumnya hilir mudik dari Pongkor ke Nanggung.

"Kami juga batasi akses masuk kendaraan-kendaraan yang sekiranya bisa dipakai untuk mengangkut tambang gurandil. Masyarakat juga sudah mengerti," kata dia.

"Pasca penertiban kegiatan PETI, telah sangat mengurangi atau bahkan menghilangkan PETI yang beroperasi di kawasan penambangan Pongkor. Saat ini Antam coba memberdayakan masyarakat di bekas PETI agar bisa mendapat mata pencaharian di luar menambang," pungkas Trenggono. (drk/drk)

Hide Ads