Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan yang paling menonjol adalah reformasi subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi untuk premium dihapus, lalu subsidi solar dibuat menjadi subsidi tetap Rp 1.000/liter.
Pemangkasan ini membuat keuangan negara lebih sehat. Ada ratusan triliun rupiah yang bisa dihemat dan bisa dialokasikan untuk pengeluaran-pengeluaran yang sifatnya produktif. Pencabutan subsidi BBM juga dilakukan dengan mulus tanpa gejolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu pembangunan infrastruktur migas terus digenjot. Dengan infrastruktur baru ini layanan kepada masyarakat bisa ditingkatkan. BBM sedang diupayakan bisa satu harga di seluruh Indonesia. LPG juga terus diperluas distribusinya sampai ke pelosok-pelosok.
"Nomor dua adalah infrastruktur gas yang dulu tersendat sekarang kita sudah punya program, pembangunannya kencang sekali. Utilisasi energi juga udah bergerak cepat. Dari sisi pelayanan adalah contohnya harga BBM satu harga. Kemudian LPG menyebar terus," tuturnya.
Selain itu, Wirat melanjutkan, penyederhanaan izin juga terus dilakukan. Sudah banyak izin yang dihapus, dibuat online, maupun dibuat satu pintu di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Dari 146 izin di sektor migas, akan terus dipangkas hingga tinggal 6 izin saja. "Izin juga, kita akan jadi 6 saja. Daftarnya di BKPM, kan satu pintu sehingga tidak ada hal-hal negatif. Sistemnya online semua nanti, tidak ada lagi tatap muka terus nego-nego harga, itu nggak ada," ujar Wirat.
Adapun pekerjaan rumah terbesar yang belum terselesaikan di sektor migas adalah pemangkasan pajak-pajak di hulu migas. Ini perlu segera diselesaikan supaya investor tertarik mencari migas di Indonesia.
Pemerintah saat ini sedang berupaya menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 (PP 79/2010) untuk membuat iklim usaha hulu migas nasional lebih kondusif. Kalau industri hulu migas kembali bergairah, produksi migas tentu bisa lebih baik.
"Kalau untuk hulu migas tidak bergerak cepat karena harga minyak turun dan memang aturan kita kan kurang kondusif. Kalau revisi PP 79 lahir, kita harapkan kita akan maju lagi," tutupnya. (hns/hns)