Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Maritje Hutapea, mengungkapkan bahwa semua aturan tarif EBT, mulai dari mikro hidro, angin, sampah, hingga surya ditinjau ulang.
Langkah ini dilakukan karena anggaran sebesar Rp 1,1 triliun yang diajukan Kementerian ESDM untuk subsidi EBT ditolak oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR. Padahal, subsidi diperlukan untuk menutup selisih antara Feed in Tariff dengan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar potensi EBT bisa tak terbengkalai, pemerintah mencari skema baru pengembangan EBT tanpa subsidi. Harus dicari cara bagaimana agar pengembangan EBT tetap menarik bagi investor.
"Semua akan dikaji ulang, maksudnya apa yang harus kita buat untuk menggantikan subsidi itu supaya pengembangan EBT tetap jalan, investor tetap punya return," papar Maritje saat ditemui di Gedung Patra Jasa, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Dia menambahkan, revisi aturan belum tentu mengubah formulasi harga EBT. Atau bisa saja Feed in Tariff diturunkan sehingga PLN mau membelinya, tapi diberikan insentif-insentif sehingga tetap ekonomis bagi investor.
"Belum tentu harganya. Intinya bagaimana membuat sektor EBT ini menarik untuk investor. Kalau ada insentif, bukan subsidi, apa bentuknya," tutur Maritje.
Insentif yang mungkin dapat diberikan misalnya pemangkasan atau penghapusan pajak penghasilan dan pajak badan usaha. "Ada beberapa pajak seperti pajak penghasilan, pajak badan usaha yang dimungkinkan. Itu salah satunya, penghapusan atau pengurangan pajak," Maritje mengungkapkan.
Tim yang terdiri dari Kementerian ESDM, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, dan PLN sudah dibentuk guna mencari skema pengembangan EBT tanpa subsidi. Tim ini akan mulai bekerja cepat dalam waktu dekat.
"Dalam minggu-minggu ini kita lagi intensif membahas itu. Kita baru membentuk timnya, melibatkan berbagai instansi pemerintah dan PLN," pungkasnya. (dna/dna)