Ada 2 pasal dalam UU Ketenagalistrikan yang menjadi sorotan, yaitu Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 ayat 1. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 10 ayat 2 tidak boleh ditafsirkan sebagai dasar hukum untuk mewajibkan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik secara terpisah-pisah (unbundling).
Sedangkan pasal 11 ayat 1 tidak boleh digunakan sebagai dasar hukum untuk menghilangkan prinsip 'penguasaan oleh negara' dalam penyediaan tenaga listrik untuk masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK tidak melarang swasta terlibat dalam penyediaan tenaga listrik, sepanjang masih dalam batas-batas 'penguasaan oleh negara'. Jadi swasta, BUMD, dan koperasi pun boleh menjual listrik langsung pada masyarakat selama dalam batas-batas yang dikontrol oleh negara.
Prinsip 'penguasaan oleh negara' tak dilanggar selama wilayah usaha yang boleh dimasuki swasta ditentukan oleh negara melalui pemerintah, perizinannya diberikan diberikan oleh pemerintah, lalu tarif listrik yang dikenakan pada masyarakat juga dikendalikan oleh pemerintah. Jadi negara mengendalikan wilayah usaha, perizinan, hingga tarif.
"Iya, swasta tidak dilarang. Tarif kan masih ditentukan negara, izin masih dari negara, jadi nggak bertentangan dengan putusan MK," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (15/12/2016).
Sekretaris Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Agus Triboesono, menambahkan bahwa putusan MK menggarisbawahi bahwa listrik yang menyangkut hajat hidup orang banyak tak boleh diserahkan begitu saja pada swasta dengan menganut sistem mekanisme pasar.
Tapi prinsip 'penguasaan oleh negara' tidak berarti semuanya harus dikuasai oleh PLN. PLN bukan negara, melainkan badan usaha milik negara (BUMN) yang merupakan pelaksana kebijakan negara.
Sepanjang kendali masih di tangan negara, swasta boleh-boleh saja berbisnis pembangkit listrik, jaringan transmisi dan distribusi, hingga melakukan penjualan listrik langsung ke masyarakat. Misalkan swasta bebas masuk ke daerah mana pun, bebas menentukan tarif listrik untuk masyarakat, itu yang tidak boleh.
"Yang dilarang oleh MK ialah kalau swasta dibebaskan tanpa adanya intervensi negara untuk melindungi masyarakat," tegasnya.
Sebagai informasi, berikut bunyi UU Ketenagalistrikan Pasal 10 ayat 2 dan 11 ayat 1:
Pasal 10
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a rakyat meliputi jenis usaha:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik; dan/ atau
d. penjualan tenaga listrik.
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
Pasal 11
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. (dna/dna)