Ini Tanggapan Bos Perusahaan Tambang Soal Aturan Baru Jokowi

Ini Tanggapan Bos Perusahaan Tambang Soal Aturan Baru Jokowi

Eduardo Hasian Simorangkir - detikFinance
Jumat, 13 Jan 2017 21:25 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Pemerintah telah mengeluarkan aturan terbaru tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (Minerba) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Dalam PP tersebut, pemerintah kembali mengizinkan perusahaan tambang melakukan ekspor konsentrat atau mineral olahan yang belum sampai tahap pemurnian dengan berbagai syarat.

Berkenaan dengan terbitnya aturan tersebut, perusahaan tambang asal Brazil yang beroperasi di Sulawesi Selatan, PT Vale Indonesia Tbk menjadi salah satu perusahaan yang terkena dampak langsung terhadap beberapa perubahan penting yang dilakukan.

Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk, Nico Kanter mengatakan, dampak langsung yang dirasakan oleh dirilisnya peraturan ini adalah harga nikel yang langsung turun, di mana penurunan harga nikel diperkirakan akan berkepanjangan, dan akan berdampak langsung pada pendapatan perusahaan smelter di Indonesia dan juga pada pendapatan pemerintah dari sektor nikel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kewajiban menyerap bijih dengan kadar rendah juga akan meningkatkan unit biaya produksi smelter yang mengakibatkan operasional smelter menjadi kurang kompetitif," kata Nico dalam keterangan resminya kepada detikFinance seperti ditulis di Jakarta, Jumat (13/1/2017).

Di samping itu, kendala lain yang mungkin terjadi menurutnya adalah dari sisi pengawasan dan penegakan hukum (law enforcement), yang dapat menjadi celah bahwa, pada prakteknya, ekspor tidak hanya terbatas pada jumlah tertentu dan bijih nikel kadar rendah saja.

"Jika hal ini terjadi, maka dapat dipastikan akan terjadi kelebihan pasokan (over supply) dan pada akhirnya berdampak pada penurunan harga nikel yang signifikan," ungkapnya.

Seperti diketahui, beberapa smelter nikel sendiri telah berproduksi sejak pemerintah menerapkan larangan ekspor bijih nikel. Mayoritas smelter ini akan menghasilkan produk NPI dan berkompetisi dengan produsen NPI maupun ferronikel di luar Indonesia, terutama di Cina.

Investasi smelter membutuhkan modal yang sangat besar dan tingkat kepercayaan yang tinggi. Tanpa konsistensi kebijakan, dukungan fasilitas dan juga kondisi harga mineral yang baik, akan sangat sulit untuk berinvestasi.

Untuk itu, Nico berharap, dibukanya keran ekspor bijih mentah nikel (walaupun terbatas pada nikel berkadar rendah) dapat dijaga penerapannya dengan benar di lapangan, yang bertujuan bagi manfaat untuk kedua belah pihak.

"Kami akan senantiasa berdiskusi dengan pemerintah dalam upaya agar interpretasi dan implementasi peraturan ini akan sesuai dengan maksud dan tujuannya untuk memberikan manfaat yang besar untuk semua pemangku kepentingan," tukas dia. (mkj/mkj)

Hide Ads