Isi IUPK Tak Sesuai Harapan Freeport, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Isi IUPK Tak Sesuai Harapan Freeport, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 13 Feb 2017 20:24 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - PT Freeport Indonesia telah mengubah izin pertambangannya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi pasca diterbitkannya izinnya oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 10 Februari 2017 lalu.

Namun ternyata, Freeport menyatakan belum mau menerima IUPK yang diberikan pemerintah. Sebab, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi Freeport di Indonesia.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, persoalan utamanya tidak hanya pada masalah pajak saja. Menurutnya, kontrak dengan Freeport menyangkut banyak sekali dimensi. Di satu sisi, kontrak yang sudah di tandatangani yaitu berdasarkan peraturan yang baru, perusahaan wajib mengganti kontraknya dari KK menjadi IUPK dengan berbagai aturan yang harus disesuaikan agar boleh kembali melakukan ekspor mineral. Namun di sisi lain, pemerintah juga ingin menyampaikan adanya suatu kepastian usaha bagi para pelaku ekonomi di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di dalam UU minerba, sudah diamanatkan bahwa apapun bentuk kerjasama antara pemerintah dengan para pengusaha, maka penerimaan pemerintah harus dijamin lebih baik. Dan ini yang sedang kita bicarakan, bagaimana di satu sisi kita memberikan kepastian mengenai lingkungan usaha ini, tapi di sisi lain juga membela kepentingan RI. Baik dari sisi penerimaan dan juga dari sisi kewajiban mereka melakukan divestasi serta dari kewajiban mereka membangun smelter," kata Sri Mulyani saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Menurutnya, ini semua perlu untuk dicerminkan dalam kontrak yang baru, di mana pemerintah juga perlu melakukan negosiasi yang teliti dalam rangka menjaga kepentingan negara. Dan dari sisi lain, pemerintah juga perlu memberi kepastian kepada para pengusaha, sehingga pengusaha bisa melakukan perencanaan.

"Karena mereka kan juga perusahaan publik, jadi mereka harus bertanggung jawab pada shareholders-nya. Inilah yang sekarang sedang dilakukan oleh pemerintah, yang diwakili oleh Kementerian ESDM. Kami dari Kemenkeu adalah dari sisi menghitung kewajiban dan bagaimana agar penerimaan negara tetap lebih baik atau dalam hal ini dipastikan lebih besar, namun di sisi lain juga memberi kepastian bagi kita," tutur Sri.

"Jadi dua kepastian, yaitu kepastian bagi republik untuk mendapatkan haknya yang lebih baik, dan kepastian bagi mereka supaya mereka bisa merencanakan investasinya dalam jangka panjang dan jumlahnya signifikan, baik di pertambangannya maupun di hilirnya," pungkasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya IUPK yang telah diterbitkan oleh Menteri ESDM, Ignasius Jonan diketahui tidak sesuai dengan harapan Freeport. Alasannya, IUPK yang diterbitkan pemerintah tidak memberikan jaminan stabilitas jangka panjang untuk investasi di Indonesia.

IUPK saat ini prinsipnya prevailing, yaitu mengikuti aturan pajak yang berlaku. Artinya, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dan AMNT dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Berbeda dengan KK yang sifatnya naildown, pajak dan royalti yang dibayar besarnya tetap, tidak akan ada perubahan hingga masa kontrak berakhir. Hal ini membuat Freeport keberatan dengan IUPK yang sifatnya prevailing karena khawatir dibebani pajak-pajak dan pungutan baru di kemudian hari. (dna/dna)

Hide Ads