DPR Cecar Soal Posisi Wadirut Pertamina, Ini Respons Pemerintah

DPR Cecar Soal Posisi Wadirut Pertamina, Ini Respons Pemerintah

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 23 Feb 2017 17:55 WIB
Foto: Michael Agustinus/detikFinance
Jakarta - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Kementerian BUMN, PT Pertamina, dan anak usaha, PT Pertagas, diagendakan membahas pembentukan holding migas. Tetapi dalam RDP, Deputi Bidang Energi, Logistik, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah, sama sekali tak ditanya soal holding migas.

Para Anggota Komisi VI DPR malah mencecar soal pencopotan Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari jabatan mereka sebagai Direktur Utama (Dirut) dan Wakil Direktur (Wadirut) Utama PT Pertamina (Persero) pada 3 Februari 2017 lalu. Mereka bertanya mengapa sampai ada jabatan wadirut di Pertamina. Adanya wadirut ini menimbulkan banyak masalah dalam pengambilan keputusan, mulai dari soal penetapan kenaikan harga pertamax sampai impor solar.

Edwin dinilai ikut bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi. Sebab, ia pernah menjamin tidak akan timbul masalah. Dasar hukum pengangkatan Ahmad Bambang sebagai Wadirut Pertamina juga dipertanyakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Deputi Kementerian BUMN Dicecar DPR Soal Pencopotan Dirut Pertamina

Terkait hal ini, Edwin yang juga menjabat sebagai salah satu Komisaris Pertamina menjelaskan bahwa adanya jabatan wadirut berawal dari reorganisasi di Pertamina pada 2015. Sebagai perusahaan yang sedang bertransformasi menjadi 'energy company', bukan hanya mengurusi minyak bumi saja, maka pengelolaan Pertamina menjadi lebih rumit.

Sejalan dengan itu, muncul Peraturan Presiden (Perpres) soal pembangunan kilang minyak. Pertamina diminta meningkatkan kapasitas kilang dari saat ini hanya 1 juta barel per hari (bph) menjadi 2,2 juta bph. Dengan adanya proyek kilang bernilai ratusan triliun, maka diperlukan direktur baru yang khusus mengurusi ini.

Proyek kilang terlalu besar untuk ditangani oleh seorang Senior Vice President (SVP), Direktur Pengolahan juga sudah disibukkan oleh operasional kilang sehari-hari. Maka direksi Pertamina ditambah, ada Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina.

Melihat banyaknya direktorat di Pertamina, Dewan Komisaris Pertamina menilai bahwa terlalu berat bagi seorang dirut untuk mengontrol semuanya secara langsung. Sebuah perusahaan konsultan bernama PT Accenture disewa untuk merancang organisasi baru Pertamina.

Dari hasil kajian Accenture, dinyatakan bahwa perlu jabatan Chief Operating Officer (COO) yang berada di atas direktur pengolahan dan direktur pemasaran.

"Dari hasil konsultan Accenture, ada posisi direktur yang di atas direktur pengolahan dan direktur pemasaran. Bahasanya COO, itu mengkoordinir 2 direktur di bawahnya," kata Edwin dalam RDP di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/2/2017).

COO inilah yang kemudian diterjemahkan sebagai Wadirut oleh Dewan Komisaris Pertamina.

"Kita interpretasikan sebagai Wadirut karena dia bertanggung jawab atas operasional hilir Pertamina, secara fungsi jobdesk-nya kurang lebih sama," jelasnya.

Setelah itu disampaikan usulan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menunjuk Wadirut Pertamina. "Kami usulkan ke Ibu Menteri. Kita pisahkan direktorat pengolahan dan direktorat megaproyek. Kemudian COO yang koordinir operasional kilang dan pemasaran," ungkap Edwin. (mca/hns)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads