Kepala Bappenas: Terlena Booming Harga Migas, RI Tak Serius Garap Pajak

Kepala Bappenas: Terlena Booming Harga Migas, RI Tak Serius Garap Pajak

Muhammad Idris - detikFinance
Jumat, 24 Feb 2017 19:33 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, menyebut sudah bukan masanya lagi Indonesia mengandalkan penerimaan negara dari sektor migas. Pasalnya, produksi migas Indonesia saat ini tak sebesar pada periode tahun 1970-an saat masa booming minyak.

"Migas sudah tidak signifikan sejak 2014. Bahkan, di tahun 1970-an itu (penerimaan) APBN kita itu isinya migas saja. Pajak dan cukai itu jadi hiasan saja, enggak serius, karena terlalu menikmati migas yang memang sangat mendominasi APBN," jelasnya dalam diskusi 'Pengelolaan Masela untuk Siapa' di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (24/2/2017).

Saking besarnya ketergantungan APBN pada penerimaan dari migas, pengelolaan keuangan negara pun sampai saat ini masih membagi dua penerimaan negara, yakni pemasukan migas dan pemasukan non migas. Penerimaan negara dari migas di tahun 1970-an bahkan mencapai di atas 50% dari total penerimaan negara.

"Saking besarnya uang dari migas, penerimaan negara dibagi dua, migas dan non migas. Paradigma migas sebagai sumber pendapatan sudah tidak relevan. Sudah saatnya Indonesia mengubah paradigma itu, tapi ubah sumber energi itu sebagai pendorong sektor lainnya. Tidak mudah memang," kata Bambang.

"Tahun 1970-an migas jadi pendapatan penting, yang lain jadi hiasan saja. Orang-orang di Kementerian Keuangan selama itu tidak fokus mengejar pajak dan cukai. Sudah lupakan penerimaan dari sumber daya alam. Memang tidak bisa diubah dalam sehari malam," tambahnya.

Menurut Bambang, akibat terlalu menikmati harga minyak tinggi akhirnya membuat struktur APBN sempat goyang akibat turunnya harga minyak beberapa tahun lalu.

"Harga migas turun drastis dari biasanya US$ 100 per barel ke atas, turun sekali, bahkan sampai US$ 20 per barel. Nah disitu saya lihat tahu-tahu penerimaan PNBP dari migas melorot luar biasa, dari setahun biasanya Rp 200 triliun setahun jadi hanya Rp 70-80 triliun. Ini sangat berat buat struktur APBN kita," kata Bambang yang juga pernah menjadi Menteri Keuangan ini. (dna/dna)

Hide Ads