Permen ESDM 19/2017 mengatur harga pembelian listrik PLTU mulut tambang dan PLTU non mulut tambang. PLTU mulut tambang adalah pembangkit yang berdekatan dengan tambang batu bara, sehingga bahan bakarnya tak perlu ditransportasikan. Sedangkan PLTU non mulut tambang tidak terletak di dekat tambang batu bara.
Untuk PLTU mulut tambang, jika BPP Pembangkitan setempat lebih rendah dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan setempat. BPP nasional saat ini sekitar Rp 1.400/kWh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai gambaran, misalnya BPP di suatu daerah Rp 1.000/kWh, maka harga listrik PLTU mulut tambang di daerah tersebut tak boleh lebih dari Rp 750/kWh. Sedangkan misalnya BPP di suatu daerah Rp 1.800/kWh, maka yang dipakai sebagai patokan adalah BPP nasional. Jadi harga listrik PLTU mulut tambang di daerah itu tak boleh lebih dari 75% dari Rp 1.400/kWh, yaitu Rp 1.050/kWh.
Sedangkan untuk PLTU non mulut tambang, harganya dibatasi paling tinggi 100% BPP. Tetapi bila BPP Pembangkitan setempat lebih tinggi dari BPP Pembangkitan Nasional, maka harga patokan tertinggi mengacu pada 75% BPP Pembangkitan nasional
Misalnya BPP di suatu daerah Rp 1.000/kWh, maka harga listrik PLTU non mulut tambang di daerah tersebut tak boleh lebih dari Rp 1.000/kWh. Sedangkan misalnya BPP di suatu daerah Rp 1.800/kWh, maka yang dipakai sebagai patokan adalah BPP nasional. Jadi harga listrik PLTU non mulut tambang di daerah itu tak boleh lebih dari Rp 1.400/kWh.
Dengan adanya patokan ini, diharapkan negosiasi harga antara PLN dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) jadi lebih cepat. IPP tidak bisa memasang harga terlalu tinggi dan PLN tak perlu repot-repot menawar karena harganya sudah rendah. Proyek pembangkit pun bisa segera berjalan.
"Kadang nego harga B to B (business to business) itu suka lama jadinya, target jadi molor. Permen ini mempercepat procurement-nya karena aturannya sudah jelas. Negosiasinya jadi lebih cepat," kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (3/3/2017).
Di samping itu, batasan harga ini dibuat supaya ke depan BPP makin turun. PLTU-PLTU baru bakal menghasilkan listrik dengan rata-rata harga lebih rendah. Biaya produksi listrik lebih efisien, tarif listrik PLN juga jadi lebih murah. PLN sebagai korporasi pun bisa meraup laba tanpa harus menjual listrik ke masyarakat dengan tarif mahal.
"Untuk daerah yang belum efisien, pembangkit baru akan mendorong efisiensi. Sedangkan untuk daerah yang sudah efisien, kita harus jaga efisiensinya. Dengan cara seperti itu, PLN bisa secara sustain memperoleh margin," tukasnya.
Industri di dalam negeri juga diuntungkan karena biaya produksi barang-barang jadi lebih murah, bisa bersiang dengan produk-produk negara lain.
"Tarif listrik harus kompetitif dibanding negara lain, harus kita turunkan. Ini efeknya ke industri hilirnya. Masyarakat juga perlu mendapat harga yang wajar. Tapi tentu menjaga supaya PLN tetap dapat margin," tutupnya. (mca/hns)











































