Elia mengaku akan melihat terlebih dahulu kondisi tubuh Pertamina. Menurutnya penambahan direksi baru perlu kajian yang mendalam.
"Itukan enggak boleh ditetapkan dari sekarang, dilihat dulu. Misalnya sekarang ada 6 divisi, ngapain bikin 6 kalau perlunya cuma 3. Kan kita bisa evaluasi, bukan berarti itu pemotongan orang, enggak boleh ke situ," tuturnya di Gedung Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (16/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu cukup beralasan karena Holding BUMN kebun ini memiliki 139.669 pekerja, yang terdiri dari 132.826 karyawan pelaksana dan 6.843 karyawan pimpinan. Biaya tenaga kerja menyumbang 60% terhadap beban produksi. Apa lagi kala itu, PTPN III juga tengah menghadapi krisis keuangan akibat utang yang menggunung hingga Rp 33,24 triliun pada semester I-2016 hasil konsolidasi dari 13 PTPN di bawah PTPN III.
Utang ini mengancam kinerja perseroan di masa depan karena yang harus diselesaikan perusahaan bukan hanya pokok utangnya tetapi juga berikut bunganya. Catatan saja, holding harus membayar bunga sebesar Rp 12,5 miliar per hari.
Bak jatuh tertimpa tangga, selain harus menanggung utang konsolidasi anak usahanya, PTPN III sebagai holding juga tengah dirundung masalah keuangan lantaran catatan keuangan perusahaan yang berdarah-darah. Perusahaan mencatat rugi Rp 823,43 miliar pada semester I-2016, membengkak dari tahun 2015 yang sebesar Rp 613,27 miliar.
Hal tersebut menurut Elia harusnya bisa menjadi pelajaran karena bila manajemen perusahaan dijalankan tanpa efisiensi, maka akan sulit menyehatkan kinerja keuangan perusahaan. Untuk itu dirinya juga akan mengedepankan efisiensi saat memimpin Pertamina.
"Kalau produksi tercapai tapi rugi ya untuk apa. Tetapi kalau misalnya dia kita kasih KPI baru, kalian juga bertanggung jawab terhadap profit and loss. Jadi dia sudah mulai konsen terhadap biaya. Dulu dia enggak peduli, mau pupuknya berapa, yang penting dia dapat target produksi. Begitu kira-kira analoginya," pungkasnya. (dna/dna)