Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan bahwa pemerintah fokus mendorong konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi karena di sektor inilah konsumsi BBM paling besar.
Apalagi pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tinggi sekali, mencapai 13% per tahun ketika pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%. Artinya, pertambahan jumlah mobil dan motor hampir 3 kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mendorong agar mobil-mobil pribadi juga 'minum' BBG, Jonan mengungkapkan bahwa pihaknya menyiapkan aturan baru yang akan mewajibkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) setidaknya memiliki 1 dispenser BBG.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi, mengungkapkan bahwa pihaknya sangat setuju dengan ide Jonan tersebut. Menurutnya, inilah cara paling praktis untuk mendukung program konversi BBM ke gas.
"Rencana itu sudah pernah dibahas Pak Menteri 2 kali dengan kami. Idealnya memang begitu. Jadi ini menunjang program konversi ke gas," ujar Eri kepada detikFinance, Kamis (23/3/2017).
Tetapi, langkah ini perlu didukung dengan berbagai kebijakan lain supaya bisa berjalan sukses. Pertama, industri otomotif juga harus didorong untuk memproduksi mobil berbahan bakar gas. Ini perlu dilakukan supaya ada jaminan pasar untuk SPBU-SPBU yang menjual BBG.
"Harus ada kewajiban juga bagi industri otomotif, harus bareng-bareng. Pak Menteri (Jonan) sudah janji akan bicara ke Gaikindo dan Menperin (Airlangga Hartarto), misalnya setiap industri produksi 100 mobil berbahan bakar minyak, harus produksi juga 5 mobil yang pakai gas," paparnya.
Kedua, harga jual BBG yang ditetapkan pemerintah harus cukup ekonomis, memberikan margin keuntungan yang layak bagi pengusaha SPBU. Atau setidaknya cukup untuk menutup biaya operasional, tak bikin pengusaha tekor.
Masalahnya, harga BBG saat ini sebesar Rp 3.100/liter setara premium (lsp) masih di bawah angka keekonomian. Harga keekonomian berada di kisaran Rp 4.600/lsp.
Eri mengusulkan, boleh saja harga BBG tetap Rp 3.100/lsp, tapi harga gas di hulunya diturunkan hingga di bawah US$ 4/MMBTU. Dengan begitu, pengusaha SPBU tak rugi.
"Margin harus bisa menutup minimal untuk biaya operasional. Harga gas di hulunya kalau bisa jangan di atas US$ 4/MMBTU," cetusnya.
Ketiga, masalah biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur pendukung seperti dispenser BBG dan sarana lainnya juga perlu dipecahkan. "Kami sudah siapkan lahan, izin, dan sumber daya manusianya. Kalau terjangkau, enggak besar investasinya ya enggak apa-apa. Tapi kalau besar harus dibantu pemerintah," pungkasnya. (mca/ang)











































