Untuk itu, sudah selayaknya pemerintah memikirkan pengembangan energi panas bumi sebagai langkah diversifikasi energi yang merupakan elemen penting dalam penciptaan ketahanan energi (energy security).
Menurut pakar energi Achmad Madjedi Hasan, pemanfaatan sumber panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik merupakan satu opsi yang menarik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Posisi strategis tesebut menjadikan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi panas bumi yang tersebar di 285 titik daerah sepanjang busur vulkanik," sambung dia.
Menurut dia, sumber daya panas bumi akan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan fosil. Selain itu, sumber energi panas bumi juga akan membatasi emisi gas rumah kaca (greenhouse gas).
"Pengembangan sumber daya panas bumi akan membantu pemenuhan target emisi dan kelestarian lingkungan," kata dia.
Ia mengatakan, pemenuhan akan meningkatnya kebutuhan energi dan untuk menghindari dampak kerusakan lingkungan hidup akibat pemanasan global maka dibutuhkan sumber energi alternatif yang baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan.
"Salah satu energi non-terbarukan adalah panas bumi, yaitu sumber panas yang tersimpan dalam batuan di bawah permukaan bumi," katanya.
Energi panas bumi, kata dia, telah dimanfaatkan untuk pembangkitan tenaga listrik di Italia (1913), Selandia Baru (1958), di Amerika Serikat, dan di Indonesia sejak tahun 1974.
Meskipun investasi awal tinggi, kata dia, biaya operasi Pusat Tenaga Listrik Panas Bumi (PLTP) lebih rendah, karena tidak memerlukan bahan bakar dalam kaitannya dengan biaya dan dampak terhadap lingkungan.
Selain itu PLTP dapat dioperasikan dengan kapasitas beban dasar atau based load capacity diatas 90 persen, atau lebih tinggi dari pada Pusat Tenaga Listrik yang dibangkitkan oleh panas matahari atau angin (bayu). (dna/dna)