Delapan blok terminasi yang diserahkan pada Pertamina itu adalah Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan.
Mulai 2018 nanti, Pertamina akan menjadi kontraktor baru di 8 blok itu. Kontrak bagi produksi (Production Sharing Contract/PSC) di semua blok tersebut tak akan lagi menggunakan skema cost recovery, tapi memakai skema gross split.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan aturan baru ini, kontraktor-kontraktor lama harus tetap berinvestasi di tahun terakhir kontraknya supaya produksi migas tak jatuh. Investasi untuk pengeboran sumur-sumur baru, perawatan, dan sebagainya tetap harus dilakukan. Uang yang dikeluarkan kontraktor lama untuk menahan penurunan produksi akan diganti oleh Pertamina.
Biaya investasi yang dikeluarkan kontraktor lama sepenuhnya menjadi beban Pertamina. Negara tak akan menggantinya. Sebab, kontrak bagi produksi (Production Sharing Contract/PSC) di semua blok tersebut tak akan lagi menggunakan skema cost recovery, tapi memakai skema gross split.
Direktur Hulu Pertamina, Syamsu Alam, mengatakan pihaknya akan melakukan perhitungan dulu agar pihaknya tak rugi akibat menanggung biaya investasi di 8 blok terminasi.
"Kami akan sampaikan hasil evaluasi kami. Itu kan dulu pada saat Pertamina mengusulkan, asumsinya PSC-nya konvensional. Sekarang diputuskan diberikan ke Pertamina tapi dengan gross split. Dengan gross split seperti apa, baik itu entity-nya, cash flow, kami akan berikan feedback pada pemerintah," kata Alam saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Pertamina tak mau terburu-buru menandatangani kontrak di 8 blok terminasi. Harus dipastikan dulu semuanya ekonomis untuk Pertamina. Maka harus disusun dulu Term and Conditions yang menguntungkan.
"Kami ngapain buru-buru teken kontrak kalau semuanya belum jelas? Lebih baik kami siapkan semuanya dulu," tutupnya. (mca/wdl)