Kecilnya investasi di hulu migas ini tidak saja berdampak pada penurunan cadangan migas nasional, tapi juga merugikan industri pendukung hulu migas, misalnya galangan kapal.
Pemerintah berupaya melakukan pembenahan agar iklim investasi hulu migas Indonesia lebih atraktif. Salah satunya lewat penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017 (PP 27/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak hal yang kita upayakan supaya masuknya investasi ke hulu migas lebih banyak. Revisi PP 79/2010 sudah," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, kepada detikFinance, Jumat (14/7/2017).
Dalam PP 27/2017, eksplorasi alias kegiatan pencarian cadangan migas dibebaskan dari pajak. Sebelumnya, investor baru mencari cadangan migas saja sudah dipajaki.
Ada pembebasan atas Bea Masuk impor barang yang digunakan dalam operasi perminyakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PPN Barang Mewah, dan sebagainya.
Di tahap eksploitasi alias produksi migas, bagian (split) yang diperoleh kontraktor juga bisa dibebaskan dari berbagai pajak. Pajak yang dihapus misalnya Bea Masuk impor, PPN, PPN BM, dan sebagainya.
Fasilitas-fasilitas tersebut juga akan diberlakukan untuk PSC dengan skema gross split. "Nanti ada PP untuk perpajakan gross split juga," ujar Wirat.
Ia menambahkan, Kementerian ESDM juga menyiapkan insentif untuk pengeboran minyak di laut dengan kedalaman lebih dari 1.500 meter (ultra deep water).
"Insentif untuk ultra deep water sedang kita bahas. Kemarin ada yang dalam lautnya sendiri sudah 3.000 meter, jadi memang ekstrem biaya ngebornya," Wirat menuturkan.
Pihaknya masih optimistis investasi di hulu migas dapat mencapai target US$ 13,8 miliar pada akhir tahun. Sebab, investasi di semester II biasanya lebih besar dibanding semester I.
"Investasi itu biasanya semester kedua lebih besar daripada semester pertama. Kita berharapnya semester II di atasnya semester I sehingga bisa capai 100%," pungkasnya. (mca/wdl)