"Exxon sudah mengirimkan surat ke pemerintah Indonesia, ke Pak Menteri ESDM, tentang East Natuna. Kita sedang bahas sekarang," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Dalam suratnya, Exxon menyatakan bahwa dengan kondisi saat ini Blok East Natuna tidak ekonomis untuk dikembangkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum jelas apa dasar Exxon menyebut Blok East Natuna kurang ekonomis. Apakah skema bagi hasil gross split atau aturan lain yang membuat kurang ekonomis, tak dijelaskan dalam surat.
Kementerian ESDM akan segera mengundang Exxon untuk memberikan penjelasan lengkap. "Suratnya hanya 1 lembar, makanya kita perlu diskusi detail dengan paparan," tutur Wirat.
Exxon juga tak menegaskan apakah mereka akan mundur dari Blok East Natuna atau tidak. Mereka hanya bilang, siap membantu pemerintah Indonesia karena punya kemampuan teknis dan teknologi yang dibutuhkan untuk pengembangan Blok East Natuna.
"Dalam surat, Exxon juga bilang mereka punya teknologi dan kemampuan teknis. Jika diperlukan siap membantu pemerintah Indonesia. Ini harus kita diskusikan," tukasnya.
Jika Exxon mundur, Pertamina harus mencari mitra baru untuk menggarap Blok East Natuna.
"Kita bahas juga nanti Pertamina ingin membentuk konsorsium dengan siapa. Ada beberapa yang berminat, kita kasih kesempatan Pertamina cari partner," tutupnya.
Sebagai informasi, Blok East Natuna merupakan ladang gas terbesar Indonesia, cadangannya mencapai 46 triliun kaki kubik (TCF) alias 4 kali lipat Blok Masela.
East Natuna masuk dalam 9 garis batas di Laut Cina Selatan yang diklaim China sebagai wilayahnya. Maka blok ini harus segera dikembangkan untuk menegaskan kedaulatan Indonesia di perairan Natuna. (mca/ang)