JK Sindir Kesalahan Daerah yang Sebabkan RI Dituntut Triliunan

JK Sindir Kesalahan Daerah yang Sebabkan RI Dituntut Triliunan

Muhammad Taufiqqurahman - detikFinance
Jumat, 18 Agu 2017 12:38 WIB
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - India Metals and Ferro Alloys Limited menggugat ganti rugi US$ 581 juta, atau sekitar Rp 7,7 triliun kepada pemerintah Indonesia lewat Arbitrase Internasional. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyinggung soal kesalahan daerah dan salah arti dari pasal 33 di Undang-undang Dasar 45.

"Bahwa UU pasal 33 tentang menguasai tentu menguasai mempunyai arti yang luas, bukan hanya memiliki tapi mengontrol, namun perlu ada suatu ketentuan-ketentuan," kata JK dalam sambutannya pada Hari Konstitusi, di Gedung MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (18/8/2017).

Menurutnya, masih ada beberapa pihak yang menggunakan celah pada kata 'menguasai' dan kemudian menuntut pemerintah. Kasus-kasus seperti ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian dia menuntut pemerintah trilunan rupiah akibat kesalahan bupati, pemerintah daerah menuntut trilunan di Kalimantan, triliunan di Sulawesi Tenggara. Itu merupakan bagian dari kita semua mempunyai suatu pengertian yang sama, maksud dan tujuan untuk menguasai itu," terangnya.

"Tentu tidak ingin kembali pada bukan negara sosialis, juga kapitalis. Suatu ekonomi terbuka yang mewarnai bangsa ini, namun semua ini dapat sesuai UU, UUD, yaitu dikuasai negara untuk kemaslahatan seluruh bangsa," sambungnya.

Menurutnya, beberapa pemerintah daerah memberikan izin pengelolaan daerah ke pihak swasta namun disalahartikan. Setelah mendapatkan masalah di daerah, pihak asing kemudian menuntut pemerintah.

"Nah dalam kasus-kasus tertentu justru pemerintah memberikan izin mengelola daerah, kemudian pemerintah dituntut karena ada double-double begitu dan itu triliunan. Namun kita sudah satu kalimat tidak ada lagi itu masih dalam proses Mahkamah Internasional," ucapnya.

Perlu diketahui, kasus ini berawal dari pembelian PT Sri Sumber Rahayu Indah (SSRI) oleh IMFA pada 2010. SSRI memiliki perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk batu bara di Barito Timur, Kalimantan Tengah (Kalteng).

Investor asing asal India ini merasa rugi karena telah menggelontorkan US$ 8,7 juta untuk membeli SSRI, akibat tak bisa melakukan penambangan karena ternyata IUP di lahan seluas 3.600 hektar yang dimiliki SSRI tidak clean and clear (CnC). IUP mereka tumpang tindih dengan IUP milik 7 perusahaan lain.

Karena itu, IMFA menuntut ganti rugi dari pemerintah Indonesia senilai US$ 581 juta alias Rp 7,7 triliun (kurs dolar Rp 13.300). Menurut perhitungan mereka, potensi pendapatan yang hilang (potential loss) akibat tidak bisa menambang batu bara ditambah investasi yang sudah mereka keluarkan mencapai Rp 7,7 triliun. (fiq/wdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads