RI Impor Gas Mulai 2019, Kok Malah Mau Ekspor ke Bangladesh?

RI Impor Gas Mulai 2019, Kok Malah Mau Ekspor ke Bangladesh?

Michael Agustinus - detikFinance
Senin, 18 Sep 2017 19:32 WIB
RI Impor Gas Mulai 2019, Kok Malah Mau Ekspor ke Bangladesh?
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Berdasarkan Neraca Gas Bumi Indonesia Tahun 2016-2035 yang diluncurkan Kementerian ESDM pada 4 Mei 2017 lalu, Indonesia mulai impor gas pada 2019. Dua tahun lagi, total pasokan gas dari dalam negeri sebesar 7.651 MMSCFD.

Sedangkan permintaan gas mencapai 9.323 MMSCFD, sehingga harus impor sebanyak 1.672 MMSCFD. Pada 2020, suplai gas domestik sebesar 7.719 MMSCFD, sementara total permintaan sebesar 9.396 MMSCFD. Maka butuh impor gas 1.677 MMSCFD.

Impor semakin besar pada 2025, yakni mencapai 3.552 MMSCFD. Sebab, suplai dari dalam negeri diperkirakan sudah menurun menjadi 5.712 MMSCFD sementara permintaan di tahun yang sama sebesar 9.263 MMSCFD.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di 2035, impor sudah melampaui produksi gas di dalam negeri. Produksi gas hanya 3.469 MMSCFD, sedangkan permintaan di dalam negeri 8.816 MMSCFD sehingga perlu impor 5.348 MMSCFD.

PT Pertamina (Persero) pun sejak 2014 lalu telah menandatangani kontrak impor gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat (AS).

Kebutuhan gas domestik bakal melonjak terutama karena adanya program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW. Setidaknya 25% dari pasokan listrik akan berasal dari pembangkit gas.

Tapi ketika konsumsi di dalam negeri diperkirakan semakin meningkat, pemerintah justru menandatangani Nota Kesepahaman dengan Bangladesh terkait pembangunan fasilitas penerimaan dan infrastruktur LNG di Republik Rakyat Bangladesh, termasuk kemungkinan pasokan LNG spot dari Indonesia.

Meski demikian, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyatakan bahwa Indonesia tidak akan kekurangan pasokan gas. Perhitungan dalam neraca gas yang ada sekarang kurang akurat.

"Kurang atau tidak, lihat neraca gas dulu. Coba lihat dulu neracanya dulu," kata Arcandra saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (18/9/2017).

Neraca gas bumi sekarang sedang direvisi. Menurutnya, Indonesia belum akan menjadi importir gas dalam waktu dekat. Buktinya, sampai sekarang masih banyak LNG yang tak terserap di dalam negeri.

Pada 2014 ada 22 kargo LNG yang tak terserap, rincian 16 kargo diekspor dan sisanya untuk domestik. Setahun kemudian membengkak jadi 66 kargo, rinciannya 60 kargo diekspor dan 6 kargo untuk dalam negeri. Tahun lalu juga ada 66,6 kargo tidak terserap, rinciannya 43 kargo diekspor dan 23,6 kargo untuk dalam negeri.

Pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri pun tetap didorong meski Pertamina ekspansi bisnis gas ke Bangladesh dan negara-negara lainnya.

"Di neraca gas sudah ada program kita (bangun infrastruktur) tahun sekian, tahun sekian," tutupnya.

(mca/mkj)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads