Bukan itu saja, Sri Mulyani juga menyoroti beban PLN dalam investasi proyek listrik 35.000 MW yang merupakan penugasan pemerintah. Kekhawatiran serupa juga pernah diutarakan Rizal Ramli saat menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi), 2015 lalu
Menurut Rizal berdasarkan hitungannya dalam 5 tahun ke depan, Indonesia hanya butuh pembangkit listrik dengan kapasitas total 16.000 megawatt (MW), bukan 35.000 MW.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rizal menambahkan, PLN telah menghitung perkiraan listrik yang akan dibayarkan dari 72% atau 21.000 MW yang tidak terpakai nantinya bila proyek 35.000 MW ini selesai dalam 5 tahun ke depan. Jumlahnya cukup fantastis, yakni mencapai US$ 10,763 miliar per tahun atau sekitar Rp 150,6 triliun.
"Mau dipakai apa tidak PLN wajib bayar listrik yang tidak terpakai, 72% yang tidak terpakai dari proyek 35.000 MW itu nilainya tidak kurang dari US$ 10,763 miliar," jelas Rizal.
Namun, pernyataan Rizal saat itu dikritik Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK meminta Rizal tak mengomentari proyek listrik yang sudah ditetapkan Presiden Jokowi.
Alasannya, kata JK, proyek listrik 35.000 MW sudah ditetapkan Presiden Jokowi.
"Tidak usah ngomong lagi deh. Kalau sudah ditetapkan, ditetapkan. Yang menetapkan presiden, memangnya Menko bisa ubah Presiden?" kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (8/9/2015) lalu.
Bukan cuma JK, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said (SS), juga mengkritik Rizal Ramli. Sudirman mengatakan, target 35.000 MW bukan tiba-tiba muncul dan jadi target Presiden Jokowi. Jumlah itu berdasarkan perhitungan yang valid dengan memperhitungkan pertumbuhan konsumsi listrik dari tahun ke tahun, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.
"Saya selaku penanggung jawab sektor kelistrikan, kemudian ditugasi oleh pemerintah, tentunya pemerintah pasti memutuskan dengan hitung-hitungan yang valid," ujar Sudirman Said dihubungi detikFinance, Selasa (8/9/2015).
Saat itu Sudirman menegaskan, bagi mereka yang meragukan proyek 35.000 MW mungkin tidak tahu masih banyak warga negara Indonesia yang kekurangan pasokan listrik.
"Pertanyaannya apakah listrik kita cukup? Banyak rakyat Indonesia menunggu dapat listrik, kita butuh listrik, banyak rakyat kita belum nikmati listrik. Kalau bilang meragukan 35.000 MW datanya dari mana? Datanya valid?" tanya Sudirman. (hns/ang)