Dirut PLN Sebut Cuma Utang Bank Dunia yang Syaratnya Rumit

Dirut PLN Sebut Cuma Utang Bank Dunia yang Syaratnya Rumit

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Kamis, 28 Sep 2017 19:30 WIB
Dirut PLN Sebut Cuma Utang Bank Dunia yang Syaratnya Rumit
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Keuangan PT PLN (Persero) dianggap memburuk karena semakin besar kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman, sementara pertumbuhan kas bersih operasi tidak mendukung.

Hal itu yang juga menyebabkan dalam tiga tahun terakhir, Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan waiver kepada lender PT PLN sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PT PLN dalam perjanjian pinjaman untuk menghindari cross default atas pinjaman PT PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.

Anggapan tersebut muncul dalam isi surat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang ditujukan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat dikonfirmasi oleh detikFinance, pihak Kemenkeu tidak bisa menjelaskan lebih lanjut, karena PLN dianggap lebih mengetahui secara rinci terkait waiver maupun lender.

Waiver adalah keringanan syarat. Berdasarkan aturannya, pemerintah melalui Kemenkeu merupakan penjamin ketika PLN ingin menarik utang untuk program 35.000 MW. Bila lender atau pemberi utang membutuhkan waiver atas utang PLN, maka Kemenkeu yang bertanggung jawab.

Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan mekanisme tersebut salah satunya terjadi saat penarikan utang lewat Bank Dunia (World Bank). Nominalnya adalah sekitar Rp 10 triliun, sementara total utang PLN mencapai Rp 299 triliun.

"Hanya World Bank yang minta kebijakan itu," kata Sofyan di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (28/9/2017).


Sofyan menjelaskan syarat yang diminta oleh Bank Dunia adalah soal debt coverage ratio. Secara sederhana, bila utang yang diminta adalah 1, maka PLN harus memiliki uang 1,5 kali.

"Misalnya begini, kewajiban kita 100, kita punya 120, nah itu minta waiver. Kalau kita cuma punya 120 bukan 150, kewajiban penuh enggak? Dibayar, karena kewajibannya cuma 100. Hanya itu tok," terangnya.


Rasio tersebut biasanya dihitung ketika akhir tahun. Sofyan yakin Kemenkeu juga memahami persoalan tersebut, hanya saja surat sudah terlanjur bocor ke publik.

"Bu menteri ya biasa, hati-hati ya pak Dirut. Desember aman ya? Oh aman. Selesai," tegas Sofyan. (mkj/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads