Dengan adanya penandatanganan ini, konstruksi PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 diharapkan dapat dimulai pada pertengahan 2018, dengan masa konstruksi 42 bulan untuk unit I dan 45 bulan untuk unit II.
Dengan demikian, waktu operasional atau commercial operation date (COD) PLTU Mulut Tambang terbesar di Indonesia itu akan dilakukan pada tahun 2021 untuk unit I dan tahun 2022 untuk unit II.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan dilakukan pembangunan paling lambat pertengahan 2018 dan akan dilaksankan COD di akhir 2021 untuk unit 1 dan unit 2 nya di 2022," kata Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin dalam jumpa pers di Hotel Ambhara, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Lantas, berapa harga jual listrik ke PLN yang disepakati?
Arviyan mengatakan, efisiensi dalam pembangunan yang menggunakan teknologi lebih mutakhir membuat harga jual listrik ke PLN pun berkurang dari kontrak PPA sebelumnya. Harganya berkurang sekitar US$ 0,21 sen dari US$ 5 sen per kWh menjadi US$ 4,79 sen per kWh.
"Harga jual listrik ke PLN kita turunkan yang tadinya US$ 5 sen per kWh menjadi US$ 4,79 sen per kWh," ungkapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya PPA PLTU Sumsel 8 sudah di tandatangani pada tahun 2012. Diharapkan listrik dibawa ke Jawa melalui bawah laut pada saat itu. Namun dalam perkembangannya, hal tersebut tidak memungkinkan dilakukan lantaran cadangan daya listrik (reserve margin) di Pulau Jawa sudah cukup tinggi, di atas 30%. Sedangkan di Sumatera, masih banyak daerah yang defisit listrik atau cadangannya di bawah 30%.
Maka diputuskan oleh PLN bahwa PLTU Sumsel-8 tidak akan mengalirkan listrik ke Jawa, tapi untuk Pulau Sumatera. Dengan adanya perubahan transmisi dari sebelumnya ke Jawa menjadi ke Sumatera, maka teknologi yang akan digunakan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 pun mengalami perubahan.
Sebelumnya, teknologi yang direncanakan untuk digunakan adalah sub critical, kemudian berubah menjadi super critical sehingga menjadi lebih efisien dan ramah Iingkungan. (eds/hns)