Adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham untuk mengubah anggaran dasar perseroan. Dengan begitu, resmi status 'Persero' PGN luntur.
Meskipun rampung sepenuhnya, setidaknya hal itu merupakan bagian dari pembentukan holding BUMN migas. Masih ada beberapa tahapan yang harus dilalui agar holding BUMN migas yang dipimpin PT Pertamina (Persero) resmi terbentuk. Berikut berita selengkapnya:
Sah, PGN Bukan Lagi BUMN
Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikFinance
|
Sebanyak 77,89% pemegang saham yang hadir merestui, sementara 21,53% suara tidak setuju dan 0,57% abstain.
"Jadi sudah kuorum, sah," kata Sekretaris Perusahaan PGAS, Rachmat Hutama di Hotel Four Season, Jakarta.
Namun RUPSLB PGN kemarin hanya untuk menyetujui perubahan anggaran dasar perseroan. Saham Seri B milik pemerintah pun belum di alihkan. Meski begitu, 1 langkah pembentukan holding BUMN migas sudah dilakukan.
Peralihan Saham PGN ke Pertamina Tunggu Restu Jokowi
Foto: Danang Sugianto/detikFinance
|
Ditegaskannya, bahwa pengalihan saham seri B milik pemerintah di PGN akan dilakukan jika Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) holding BUMN migas sudah ditanda tangani oleh Presiden Joko Widodo. Meskipun Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Rini Soemarno sudah meneken RPP tersebut.
Setelah RPP diteken Jokowi, barulah PT Pertamina (Persero) menggelar RUPS. Saat itulah saham seri B PGN punya pemerintah diserahkan ke Pertamina.
"Jadi pengalihan saham itu nanti di RUPS Pertamina. Tapi ini dalam rangkaian pembentukan holding," tuturnya.
Saat ini RPP pembentukan holding BUMN migas telah berada di meja presiden. Namun saat ini Jokowi sedang melakukan kunjungan kerja ke beberapa negara di Asia Selatan.
Menurut data BEI, porsi kepemilikan Negara Republik Indonesia di PGN sebesar 13,8 miliar lembar saham seri B atau setara 56,9% dari modal yang disetor penuh. Saham itulah yang nantinya akan dialihkan ke Pertamina jika holding BUMN migas jadi terbentuk.
Ada Holding Migas, Gas Bisa Satu Harga
Foto: Fadhly Fauzi Rachman/detikFinance
|
Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) Jobi Triananda Hasjim memandang salah satu dampak positif pembentukan holding BUMN migas adalah bersatunya infrastruktur gas milik PGN dengan PT Pertagas, entitas usaha PT Pertamina (Persero).
"Pertagas mewarisi banyak sekali infrastruktur yang sudah dibangun tahun 70an. Efisiensi banyak juga, nanti eggak usah ada duplikasi, pipa bisa arahnya dibalik, jadi bisa lebih merata. Efisiensi tim masih menghitung, berapa besar kapasitas pipa. Tapi storage kita jadi luar biasa," tuturnya.
Jobi menjelaskan, saat ini PGN memiliki fasilitas pipa gas sekitar 7.500 km, sementara Pertagas sepanjang 3.000 km. Jika infrastruktur itu digabungkan, maka proses ekspansi akan lebih mudah.
"CNG, LNG juga jadi lebih mudah kerjasama (proyek pipa distribusi gas) Dumai lebih simpel, karena sudah jadi satu entiti," tuturnya.
Jika itu semua terwujud, menurut Jobi bukan tidak mungkin akan terwujud gas satu harga khususnya untuk gas rumah tangga. Pihaknya bahkan akan mengajukan harapan tersebut kepada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
"Kami minta ke BPH Migas, BBM saja bisa satu harga, kami membayangkan gas satu harga. Jadi orang pindah dari Jakarta ke Medan, kalau beli dari jaringan gas sama. Ini kita minta ke BPH. BPH Juga bisa melihat, semakin tingginya jargas ini diharapkan bisa lebih optimal dan ekonomis. Bayangan kami, kalau bisa didorong konsumsi Elpiji impor bisa dikurangi," tandasnya.
Namun proses penggabungan PGN dengan Pertagas masih dalam kajian Tim Implementasi Holding BUMN Migas. Tim tersebut masih melakukan perhitungan untuk menentukan mekanisme pengalihan saham Pertagas ke PGN, apakah dengan mekanisme inbreng atau akuisisi.
Diharapkan semua rangkaian proses pembentukan holding BUMN migas akan selesai pada Maret 2018.
Halaman 2 dari 4