Masyarakat di sana memutuskan membangun pembangkit listrik tenaga hidro sehingga segera mendapat pasokan listrik.
"Masyarakat inisiatif untuk membangun mikrohidro ini karena mengharap dari PLN agaknya susah, makanya masyarakat inisiatif di sini bekerja dengan teman-teman untuk membangun ini," tutur Ramli (42), masyarakat setempat saat meninjau mesin mikrohidro tersebut, Kamis (19/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom |
Untuk memasang pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) ini dibantu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLH) Makassar. Masyarakat yang meminta pun akhirnya patungan untuk membangun PLTMH ini di kampungnya.
"Sumber dana dari swadaya masyarakat, sekitar per KK (kepala keluarga) bayar sampai jadi itu Rp 2 juta-Rp 3 juta. Ada 37 KK," jelas Ramli.
PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom |
Menurut Hunggul YSH Nugroho, peneliti yang membangun PLTMH tersebut mengatakan harga satu unit mesin mikrohidro bervariasi tergantung pada kondisi tempat, yakni ketinggian dan debit air yang tersedia.
"Setiap mesin beda-beda harganya. Paling bisa Rp 70 juta, agak besar memang. Tapi kalau yang kecil bisa Rp 15 juta-Rp 20 juta," ujarnya.
PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom |
Sumber dana untuk membangun PLTMH ini pun beragam, seperti Dinas Kehutanan, Taman Nasional, dan sukarela peneliti. Tetapi beberapa juga ada yang berasal dari masyarakat itu sendiri.
Akhirnya PLTMH yang dibangun pada tahun 2015 itu bisa memproduksi 15 ribu watt dan menerangi kampung Kayu Biranga. Bukan hanya sebagai penerangan, masyarakat pun bisa menonton televisi dan menggunakan alat-alat listrik lainnya. (wdw/hns)












































PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom
PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom
PLTMH Bulukumba Foto: Widiya Wiyanti/detikcom