Pihak-pihak terkait seperti Inalum, Freeport McMoran dan Rio Tinto sudah menandatangani Heads of Agreement (HoA) pada 12 Juli lalu. Namun, kesepakatan ini disebut-sebut masih menyisakan masalah terkait status HoA dan harga pembelian.
Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menjelaskan, ada hal yang mengganjal dalam kesepakatan tersebut. Misalnya menurut Menteri BUMN, HoA dinyatakan mengikat. Namun dari laman London Stock Exchange disebutkan jika Rio Tinto melaporkan HoA tersebut sebagai perjanjian yang tidak mengikat atau non binding agreement.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tonton juga video: 'RI Siap Lahap 51% Saham Freeport, Jokowi Curhat Alotnya Negosiasi'
Hikmahanto menyebut bagaimana jika terjadi sengketa atas HoA dan dibawa ke lembaga penyelesaian sengketa. "Maka jadi pertanyaan apakah HoA hanya merupakan ikatan moral atau ikatan hukum?," tambah dia.
Selanjutnya, dalam laman London Stock Exchange disebutkan bahwa harga penjualan 40% participating Interest disebutkan sebesar US$ 3,5 Miliar. Harga tersebut sepertinya setelah memperhitungkan perpanjangan konsesi PT FI hingga 2041.
Menurutnya, jika demikian sebaiknya Inalum tidak melakukan pembelian sebelum keluarnya ijin perpanjangan dari Kementerian ESDM. Bila tidak maka manajemen Inalum pada saat ini di kemudian hari ketika telah tidak menjabat dapat diduga oleh aparat penegak hukum telah melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini karena manajemen dianggap telah merugikan keuangan negara.
"Kerugian negara dianggap terjadi karena harga pembelian participating interest didasarkan harga bila mendapat perpanjangan. Padahal izin perpanjangan dari Kementerian ESDM belum diterbitkan," jelas dia.