Kewajiban DMO mengatur tiap-tiap perusahaan untuk mengalokasikan 25% produksinya untuk dalam negeri dan dijual dengan harga tertentu.
Hal itu diungkapkannya usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Pertemuan tersebut dihadiri pula oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Menteri LHK Siti Nurbaya, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, dan Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Luhut, kebijakan DMO batu bara pun akan digantikan dengan skema yang diterapkan oleh BLU BPDP Sawit. Setiap pengekspor batu bara dikenakan iuran.
"Ya seperti kelapa sawit formatnya, nanti berapa dolar diberikan kepada institusi di Kemenkeu untuk PLN nanti sedang dihitung oleh Kementerian ESDM besaran harga dari batu bara," jelas dia.
Lebih lanjut Luhut menjelaskan, jika skema tersebut sudah berjalan maka nantinya akan ada dana cadangan batu bara yang bisa menjadi subsidi untuk PT PLN (Persero) di saat tidak mampu membeli dengan harga yang ditetapkan.
Selain itu, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) nasional pun akan terdampak positif dengan kebijakan yang akan diputuskan dalam ratas Selasa pekan depan.
Menurut Luhut, dengan total produksi batu bara tahun ini yang mencapai 485 juta ton akan dapat devisa lebih sekitar US$ 5 miliar.
"Jadi itu berdampak baik terhadap current account deficit kita, jadi nanti kalau diperbaiki biodiesel juga digunakan PSO dan non PSO kita juga akan dapat US$ 15 miliar, jadi CAD tidak defisit dan rupiah stabil," ungkap dia.
Adapun, alasan pemerintah memutuskan untuk mencabut DMO batubara karena hasil evaluasi pemerintah. Ini juga bukan permintaan pengusaha yang baru-baru ini diminta oleh Presiden Jokowi untuk membawa devisa hasil ekspor 100% ke tanah air dan dicairkan dalam rupiah.
"Pemerintah juga melihat, kita evaluasi saja, kita juga dengarkan masukan dari market, kita lihat ini yang terbaik," papar dia. (ara/ara)