Pertamina MOR IV Jateng DIY menggandeng Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K), Hiswana Migas, Dinas Perdagangan kota Semarang, dan kepolisian melakukan sidak di sejumlah tempat usaha di kota Semarang.
Ada sejumlah tim yang disebar ke beberapa titik, salah satunya yang dipimpin Sales Eksekutif LPG Pertamina MOR 4, Bima Kusuma Aji. Sidak dilakukan di sekitar Ngaliyan, Mangkang, dan Pamularsih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bima menjelaskan, alasan sejumlah pengelola tempat makan yang masih menggunakan gas bersubsidi yaitu untuk mendapatkan keuntungan akibat harga yang terpaut antara yang subsidi dan non-subsidi.
"Berdasar dari yang ditelusuri, mereka menggunakan karena selisih harga tinggi, bisa hemat operasional," ujarnya.
Dalam sidak hari ini memang belum ada penindakan, namun pencatatan dilakukan untuk melihat izin usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang. Bima berharap sidak akan terus dilakukan agar bisa mengedukasi.
"Pernah ada yang seminggu habis 135 tabung. Kita datangi terus akhirnya mau beralih," kata Bima.
![]() |
Bima juga menjelaskan, selain warga miskin, syarat UMKM yang diperbolehkan menggunakan gas bersubsidi yaitu memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omset maksimal Rp 300 juta per tahun.
"Yang berhak usaha mikro asetnya termasuk bangunan dan tanah maksimal Rp 50 juta, omset Rp 300 juta per tahun. Omset kurang dari Rp 1 juta per hari," jelasnya.
Ketua LP2K Semarang Ngargono mengatakan pengawasan memang harus sering dilakukan karena ternyata banyak yang tidak berhak tapi tetap menggunakan LPG bersubsidi. Kemungkinan hal itu juga yang membuat kesan adanya kelangkaan LPG 3 kg yang tidak berhak itu menggunakan lebih dari 1 tabung, bahkan ada yang 25 tabung saat sidak hari ini.
"Tadi banyak yang masih pakai. Kalau dikalkulasi masih tinggi, dan kalau masih sering ada kelangkaan, bukan dropping-nya tapi ada yang seharusnya tidak menggunakan. Rekomendasi kami sebagai tim, harus datangi berulang sampai tidak gunakan LPG 3 kg lagi," jelas Ngargono.
![]() |