-
Pemerintah putar otak untuk menyelamatkan rupiah yang tengah tak berdaya melawan dolar Amerika Serikat (AS). Di sektor energi dan sumber daya mineral, pemerintah akan menunda sebagian proyek 35.000 mega watt (MW).
Adapun jumlah proyek yang ditunda sebesar 15.200 MW. Penundaan ini membuat beban impor berkurang cukup besar. Hitungan pemerintah, beban yang bisa dikurangi sampai US$ 10 miliar.
Pemerintah menegaskan, proyek itu hanya ditunda. Pemerintah bukan membatalkan proyek kelistrikan itu. Berikut berita selengkapnya:
Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk menahan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Untuk sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM), pemerintah memutuskan untuk memangkas target kelistrikan 35.000 megawatt (MW) demi mengurangi impor.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah akan menunda proyek kelistrikan dengan kapasitas separuh dari yang pernah dicanangkan atau mencapai 15.200 MW atau sebesar 15,2 giga watt (GW).
"Proyek kelistrikan ini yang dari 35.000 MW direncanakan itu yang belum mencapai financial close dan digeser ke tahun berikutnya 15,2 GW, 15.200 MW," ujarnya di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa malam (4/9/2018).
Namun, Jonan menegaskan, itu bukan dibatalkan. Jonan mengatakan, pelaksanaan hanya ditunda.
"Memang 15,2 GW selesai 2019, sekarang ditunda ada yang ditunda 2021 sampai 2026. Jadi digeser sesuai kebutuhan, tapi bukan dibatalkan," ungkapnya.
Jonan mengatakan, meski menunda sejumlah proyek namun target rasio elektrifikasi tetap bakal tercapai.
"Jadi rasio tetap, kalau misal hari ini 97,13% sekitar itu mungkin akhir tahun 97,7% pasti tercapai tahun depan 99%," tutupnya.
Pemerintah menunda proyek kelistrikan sebesar 15.200 mega watt (MW). Langkah ini dilakukan untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menerangkan, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam proyek ketenagalistrikan rata-rata 20-40%. Sisanya, kebutuhan proyek dipenuhi dari impor.
"Biasanya TKDN antara mungkin 20-40% ada yang lebih ada 50-60% tapi average 20-40%," ujar dia di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2018).
Jonan menerangkan, proyek ketenagalistrikan 15.200 MW itu nilai investasinya sekitar US$ 24 miliar hingga US$ 25 miliar. Lanjutnya, dengan penundaan ini maka beban impor yang berkurang sekitar US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 149 triliun dengan asumsi US$ 1= Rp 14.900.
"Kapasitas pembangkit yang ditunda itu kalau total COD 2019 ditunda 2021 sampai 2026, mengurangi beban impor itu ya kira-kira US$ 8 miliar-10 miliar mengurangi beban impor," ungkapnya.
Cara lain untuk untuk menahan pelemahan rupiah ialah menarik devisa hasil ekspor sektor mineral dan batu bara (minerba). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pemerintah akan membuat aturan untuk menarik devisa hasil ekspor tersebut.
"Kami akan menerapkan peraturan ekspor akan pakai semua, harus pakai letter of credit (L/C) detailnya nanti diatur di BI (Bank Indonesia), Kemendag (Kementerian Perdagangan), Kemenkeu (Kementerian Keuangan)," kata dia Jonan Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (4/9/2018).
Dia menjelaskan, devisa hasil ekspor minerba ditaruh di dalam negeri melalui bank nasional, termasuk yang membuka cabang di luar negeri.
"Kedua hasil ekspornya 100% harus kembali Indonesia boleh dalam bentuk dolar atau bisa ditempatkan di bank-bank pemerintah di luar negeri, ada BNI Hong Kong, BRI Singapura, boleh, atau kembali ke sini," ujarnya.
Dia mengatakan, pemerintah akan membuat sistem supaya devisa itu kembali ke Indonesia. Jonan juga bilang, akan memberikan sanksi pada eksportir yang tidak menaruh devisa ke dalam negeri.
"Kita akan bikin mekanisme, kita akan minta bukti mana uang yang kembali, ekspor sekian kita hitung pakai L/C," ujarnya.
"Kalau misal tidak kembali kita kenakan sanksi," tutupnya.